Sera pikir, Radin akan mengungkapkan yang sebenarnya kepada Tsana. Namun, dia hanya diam, memandang Tsana dengan tatapan dalam. Radin terlihat tulus, bahkan Sera sadar bahwa Radin sudah sejatuh itu dengan sahabatnya. Tapi, kenapa?
      "Ney," panggil Sera.
      Terjeda sejenak karena Sera membasahi bibirnya yang terasa kering, "Kita jalan-jalan, yuk! Aku pengen cari udara segar," ajaknya dengan canggung.
      Tsana mengukir senyum manisnya, seakan dia tidak pernah bertanya mengenai bertemunya Radin dan Sera, "Yaudah ayo! Radin, aku pergi dulu, ya! Dadah!"
      Radin mengangguk, balas tersenyum menatap sang kekasih. Tatapannya terus menyendu, Radin merasa bersalah dengan kekasihnya. Tsana tersenyum, tanpa tau apa yang Radin lakukan di belakang. Radin harap Sera mengerti, bahkan mau membantunya.
      Sera dan Tsana memutuskan singgah ke salah satu kafe di dekat taman, mereka perlu bicara. Melihat sahabatnya termenung sedikit saja, Tsana tahu, ada yang tidak beres dengan Sera.
      "Kenapa? Bicara aja, Ra."
      Lagi, perkataan yang sudah Sera siapkan sedari tadi seakan tersangkut di tenggorokan. Dia tidak mampu melanjutkan. Tapi hatinya teguh, dengan tegas menuntut Sera untuk maju.
      'Ayo, Ra! Jangan sampai Ney sakit semakin dalam.'
      Sera menghembuskan napas berat, "Aku lihat Radin kemarin. Dia... tunangan, Ney."
      Tsana masih diam, menatap Sera yang memejamkan matanya takut.