Tsana sudah pulang satu jam lalu, begitupun dengan Sera yang kini menyusuri lorong penuh dengan wajah kecemasan. Langkahnya membawa Sera menuju taman rumah sakit, ia mengajak Radin bertemu siang ini. Beberapa kali Sera melirik layar ponselnya, memperhatikan salah satu fitur yang selama ini selalu dia abaikan, tertulis 27 derajat Celcius membuat Sera mendengus, pantas saja siang ini matahari menyorot begitu panas, padahal Sera sudah memilih kursi taman di bawah pohon rindang. Mendengar suara langkah mendekat, Sera pun mengangkat pandangannya. Memperhatikan Radin yang datang dan duduk dalam diam.
      "Langsung aja, ya, Radin. Aku minta ketemu karena-"
      "Kamu ngelihat aku tunangan?" potong Radin cepat. Dalam diamnya, ekspresi wajah Radin berubah seolah cemas, ada yang ingin disampaikannya pada sahabat sang kekasih.
      "Aku nggak tunangan, Ra. Aku harus tanggung jawab sama perbuatanku ke mereka. Kamu bisa tanya Aruna langsung kalau nggak percaya. Aku tahu kalau kamu ngintip di samping rumah Aruna waktu itu, kan? Dan juga, semoga kamu cepat sembuh, Ra," lanjut Radin menjelaskan.
      Tanpa mereka sadari, pertemuan tadi mengundang banyak tanda tanya bagi seseorang yang berdiri di balik tembok rumah sakit, Tsana. Ia kembali lagi karena merasa ada yang tertinggal, tetapi bukannya memastikan justru dia memperhatikan pertemuan antara Radin dan Sera. Mengapa Radin cemas? Apa yang mereka bicarakan? Selama ini yang Tsamama tahu, mereka tidak pernah sekenal ini, bahkan Sera seharusnya tidak punya nomor Radin. Jujur saja, Tsana sengaja tidak mengenalkan Radin dengan Sera secara intens, ia hanya mewanti-wanti saja terjadi sesuatu antara keduanya.
      Katakanlah bahwa Tsana adalah seseorang yang tidak percaya diri, ia terlalu takut ditinggalkan oleh sang kekasih. Sampai-sampai rasa cemburu tidak bisa terelakkan mengingat Tsana lebih dulu bertemu dengan Radin sehingga ia sudah benar-benar percaya dengan kekasihnya itu. Bagaimana dengan Sera? Entahlah, Tsana menyayangi dan percaya pada Sera, tapi kenyataan yang ada justru berbanding terbalik, sikapnya seolah menganggap Sera sebagai seseorang yang tidak bisa dipercaya. Seperti saat ini, belum mendengar penjelasan apa-apa saja, Tsana sudah merasa panas, tangannya terkepal erat, dan pergi dengan napas tersengal-sengal menghampiri keduanya.
      "Radinindra!" seru Tsana.
      Mereka berdua menoleh dengan raut terkejut. Tsana! Bagaimana bisa perempuan ini tiba-tiba datang begitu saja?
      "Ney.. Kamu ke sini sama siapa? Mau ngapain? Ini panas sekali, lho," tanya Sera mengalihkan perhatian.
      Tsana menoleh ke arah Sera, "Kamu kenapa berdua sama Radin?"
      Kemudian ia berganti menatap kekasihnya, "Kamu bilang ada urusan, ternyata sama Sera? Kenapa enggak ngajak aku?"