Di ujung era kekuasaannya, popularitas SBY, yang berimbas pada popularitas Demokrat, kian mengempis, ditusuk kasus korupsi Nazaruddin dan kasus-kasus lainnya.
Strategi SBY yang merangkul seluruh kawan dan lawan tanpa kecuali hingga terkesan menjadikan Partai Demokrat sebagai bunker koruptor dan orang-orang bermasalah atau pelarian politik, sebut saja Ruhut Sitompul dari Golkar atau Zaenal Ma'arif dari PBR, Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati dari KPU, kemudian bagaikan bumerang yang berbalik menghantam dirinya dan partainya.
Sejarah juga mencatat Ruhut menyeberang dan berbalik menyerang sang guru besarnya, terutama ketika pamor SBY memudar selepas masa kepresidenannya, seiring naiknya Jokowi sebagai presiden RI.
Demikian juga Anas Urbaningrum, mantan ketua umum partai, yang terjerat kasus korupsi dan mendekam di penjara, setelah sebelumnya juga berseteru dengan SBY.
Tinggallah sang nakhoda SBY, yang boleh diakui belajar dengan cukup baik dari mendiang Soeharto untuk strategi politik dan pencitraan namun naasnya tak didukung operator politik yang andal sekaliber Ali Moertopo dan Harmoko di zaman Orde Baru, yang harus berjuang sendiri dan dituntut lihai bermanuver untuk menyelamatkan perahu Demokrat yang terancam karam di kala itu.
Para penumpang yang notabene adalah barisan fans, yang keterikatan emosional dan loyalitasnya jelas berbeda dengan aktivis, jelas tak mungkin diandalkan untuk pasang badan atau menderita demi sang idola yang saat itu mulai pudar pamornya. Suatu hal yang juga layak direnungkan oleh Jokowi yang kini ramai dikerumuni barisan relawannya.
Apa pun tafsir politiknya, waktu, publik dan sejarahlah yang kemudian mencatat dinamika di tubuh Partai Demokrat saat itu hingga kini ketika akhirnya SBY menyerahkan tampuk kepemimpinan Partai Demokrat kepada AHY, yang notabene putera sulungnya, yang juga mengikuti jejaknya meniti karier kemiliteran.
Baca Juga:Â Saat Politisi "Membunuh" KBBI
Strategi atau terkooptasi?
Zaman telah berganti. SBY bukan lagi presiden; Partai Demokrat pun tak lagi berkuasa. Kini eranya Jokowi dan kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang memimpin, sebagai buah dari kesabaran mereka menjadi oposisi selama sepuluh tahun atau selama dua periode masa jabatan SBY yang juga pendiri dan pemimpin Partai Demokrat.
Kini ketika tongkat kepemimpinan partai beralih dari ayah ke anak, dari SBY ke AHY, tidak lantas pola manuver politik sang ayah harus ditiru mentah-mentah oleh AHY.