Itulah contoh kata-kata dalam tataran baku versus non-baku.
Sementara kata-kata yang terlanjur mengalami kesalahkaprahan atau keterbalikan makna dalam masyarakat, antara lain “acuh”, “geming”, “akut” dan “kronis”.
“Acuh” menurut KBBI adalah “peduli, mengindahkan”.
Namun, sebagian besar masyarakat kadung menganggap “acuh” adalah “tidak peduli” atau cuek. Sehingga sering terlontar kalimat seperti “dia sih acuh aja orangnya” yang dimaksudkan merujuk pada ketidakpedulian atau kecuekan seseorang. Padahal itu salah kaprah, Bung!
Demikian juga dengan “geming” yang artinya “terdiam”, atau bentuk turunannya yakni “bergeming” yang artinya “tidak bergerak sedikit juga; diam saja”.
Alhasil, jika Anda lihat istri Anda termenung di pojok kamar, semestinya Anda mengatakan, “Sayang, kok bergeming saja?” alih-alih “kok tidak bergeming?”
Persoalan apa pun respons istri Anda nantinya, entah tersenyum manis atau justru tambah cemberut, itu tentu lain urusan.
Jika istri Anda terus termenung sekian lama sampai lupa waktu, dapatlah itu dikatakan persoalan “kronis”. Sementara jika ia yang tadinya tersenyum ceria kemudian mendadak termenung tanpa sebab, barulah itu namanya “akut”.
Apa bedanya?
Menurut KBBI, “kronis” adalah “(1) terus-menerus berlangsung; tahan dalam waktu yang lama (tentang keadaan); (2) berjangkit terus dalam waktu yang lama; menahun (tentang penyakit yang tidak sembuh-sembuh)”.
Sementara “akut” adalah “(1) timbul secara mendadak dan cepat memburuk (tentang penyakit); (2) memerlukan pemecahan segera; mendesak (tentang keadaan atau hal); gawat; (3) kurang dari 90 derajat (tentang sudut)”.