Mohon tunggu...
Nurmin Marzuki
Nurmin Marzuki Mohon Tunggu... Guru - Write With Heart

MERANGKAI KATA DENGAN HATI

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fiksi: Kastil Hijau

19 April 2022   17:58 Diperbarui: 19 April 2022   18:30 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konon, hiduplah sepasang suami istri bersama anak semata wayangnya bernama Si Hijau, orang tuanya memberi nama si Hijau karena wajahnya berubah jadi hijau dan badannya pun menjadi besar seperti raksasa bila sedang bersedih, atau pun gembira. Sepasang suami istri bersama semata wayangnya Si Hijau tidak pernah keluar rumah atau pun bercakap-cakap dengan tetangga. 

Si Hijau tumbuh menjadi seorang pemuda tampan, namun ia tidak pernah ke luar rumah, bila suasana hatinya berubah maka Si Hijau akan berubah menjadi Raksasa Hijau. Kutukan dari nenek moyangnya dapat hilang bila ada seorang gadis yang datang ke kastil dan melihat diri Si Hijau wujud raksasa maka akan normal kembali seperti pemuda-pemuda lainnya yang seusianya.

Kastil ini terasing, jauh dari rumah penduduk, terletak di atas bukit sebuah kampung bernama Wa Gunu (arti: Gunung) dan terlihat  aura mistis dari kejauhan. Sehingga penduduk sekitar Kastil Hijau tersebut tidak berani mendekati atau pun menatap terasa bulu kuduk mereka merinding. Dan penduduk sekitar kastil tersebut tidak mengetahui siapa yang menghuni kastil tersebut. Kalau dari cerita dari mulut ke mulut warga sekitar situ, penghuni kastil sepasang suami istri yang diasingkan oleh Sang Raja di kastil tersebut.

Sang Putri tak sengaja bertatap wajah dengan Sang pemuda pencabut rumput di kastil. Sang Putri ingin menikmati suasana pagi yang cerah di taman bunga sambil bersiul-siul mendendangkan lagu kesukaannya. Tiba-tiba Sang Putri tersandung batu kecil hingga Sang Putri hampir terjerambab di taman bunga. Syukur ada seorang pemuda Sang pencabut rumput istana yang menangkap tubuhnya dan Sang Putri jatuh ke pelukan Sang Pemuda.

"Terima kasih, kau telah menolongku." Ujar Sang Putri sambil melepaskan genggaman tangan Sang Pemuda tersebut.

"Maafkan aku Tuan Putri, aku tak sengaja memegang tubuh Sang Putri, hanya untuk membantu Tuan Putri agar tidak jatuh ke tanah." Ucap Sang Pemuda dengan menunduk takut tak berani menatap paras cantik Sang Putri melaporkan kejadian ini kepada Sang Baginda Raja.

"Maafkan aku Tuan Putri, aku pencabut rumput di kastil ini, aku diperintahkan Sang Baginda untuk merapikan taman bunga yang tumbuh liar di sekitar kastil." Sang pemuda tersebut menunduk tak berani menatap Sang Putri Raja.

 Suatu hari, seorang gadis kota bernama Mirna ingin  berkunjung ke rumah neneknya, sejak menginjak remaja ayah dan ibunya tidak meluaskan untuk ke kampong neneknya. Kalau Mirna kangen dengan nenek,  Ibu dan Ayah membawa nenek ke kota. Mirna selalu bertanya mengapa dia tidak boleh ke kampong neneknya, tapi Mirna tidak pernah mendapatkan jawaban yang pasti setiap ditanya kepada orang tuanya mengapa tidak boleh ke kampong nenek, Ibu dan ayahnya hanya mengatakan kata 'Tidak' itulah kata-kata yang Mirna dengar. Maka Mirna nekad harus ke kampong neneknya walau hanya sendiri.

"Assalamualaikum, Nek,". Mencium tangan neneknya.

Nenek terperanjat, "Waalaikumsalam cucuku Mirna, bagamaina cucuku ke kampong, dengan siapa cucuku".  Nenek bertubi-tubi mengajukan pertanyaan pada cucu Mirna.

"Aku sendiri, Nek, aku capek sekali naik bis". Mirna merebahkan tubuhnya di kursi.

"Istirahatlah di kamar, Cucuku". Nenek menarik tangan Mirna yang lagi rebahan di kursi.

"Iya, Nek". Mirna berlalu bersama nenek ke kamar yang telah ditunjukan nenek. Lalu Mirna menghempaskan badannya di kasur.

Setelah seminggu di rumah nenek, Mirna merasa bosan tinggal dalam rumah.

"Nek, aku ingin menikmati udara pagi!".

"Iya, cucuku, tapi ingat jangan jauh-jauh perginya, apalagi sampai di kastil sana". Nenek menunjuk kastil yang terlihat sangat angker ditumbuhi rerumputan yang liar.

"Iya, Nek, memangnya ada apa di kastil sana? Apa ada yang huni, manusia atau hantu atau dedemit." Mirna tertawa terbahak-bahak.

"Uuust, cucuku, tawamu keterlaluan". Nenek memberi isyarat agar Mirna mengecilkan tawanya itu.

"Iya, Nek, maaf, tidak akan kuulangi lagi, Nenek sayangku". Mirna mencium neneknya dan berlalu meninggalkan rumah.

"Jangan lama-lama di luar cucuku, cepat pulang ya!". Nenek berdiri melihat kepergian cucu tersayangnya yang tomboy.

Mirna menikmati suasana kampong yang nyaman jauh dari kebisingan suara kendaraan yang lalu lalang, dan warga kampong sini sangat ramah-ramah. Tanpa Mirna sadari tiba-tiba seorang warga  menyapanya.

"Hai, Dek, mau ke mana,".

"Aku, yang ditanya Bang". Mirna menunjuk dirinya.

"Iya, Dek".

"Aku hanya menikmati udara pagi hari di sekitar sini saja, bagaimana, Bang!,

"Dek, bisa menikmati suasana kampong ini, tapi jangan ke rumah tua sana, Dek".

Abang itu menunjuk rumah tua yang ada diperbukitan yang hanya tinggal 100 meter jarak rumah tua itu dengan tempat Mirna berdiri.

"Memang, ada apa Bang di sana?".

"Di sana ada raksasa besar yang dikurung, tinggal bersama kedua orang tuanya yang berwujud manusia sedangkan anaknya berwujud raksasa". Abang bercerita dengan seriusnya Mirna mendengar cerita Abang itu.

"Benarkah cerita itu, Bang?, aku tidak percaya, Bang, masih adakah mitos seperti itu di sini. Apakah warga pernah melihatnya.

"Dek, orang di sini hanya melihat orang tuanya kalau ke pasar membeli kebutuhan rumah, tapi anaknya tidak pernah lihat, cerita anak raksasa itu diceritakan dari mulut ke mulut  dari zaman dulu dan tidak pernah melihat langsung".

"Oh, begitu, Bang".

"Iya, aku pulang, Dek, hati-hati saja atau  balik sama-sama abang saja".

"Tidak, Bang, aku ingin menghirup udara pagi, terima kasih ya, Bang"

"Iya, sama-sama, Dek. Si Abang berlalu meninggalkan Mirna dengan terburu-buru.

Mirna penasaran dengan cerita Abang tadi, maka Mirna mencoba menyusuri lorong-lorong menuju ke Kastil Hijau itu, tanpa Mirna sadari, ia sudah di depan pintu gerbang kastil. Mirna melihat pintu gerbangnya tidak terkunci, ia coba masuk dengan langkah perlahan-lahan, Mirna melihat ke kiri ke kanan tidak ditemukan orang di sekitar rumah tua itu. Mirna mencoba mengelilingi rumah tua itu, ia melihat ada pintu kecil yang terbuka pintunya, ia coba masuk, begitu gelap suasananya, bukannya Mirna meninggalkan rumah tua itu malah ia nekad untuk masuk lebih dalam lagi. Ia terobsesi ingin melihat langsung adakah raksasa yang hidup di rumah tua ini?

Mirna menuruni anak tangga itu perlahan-lahan. Ia berhenti sejenak. Ia mendengar suara yang melengking ke seluruh ruangan dan bergetar anak tangga yang diinjak Mirna.

"Ibu......Ibu......Ibu...., keluarkan aku dari ruangan ini. Suara itu jelas sekali menyebut ibunya.

"Nak, kau tidak akan keluar dari situ sampai kau berubah, kalau masih seperti itu kau akan menyakiti manusia". Suara perempuan itu dari bawah tangga tempat Mirna menginjakkan kakinya.

"Ibu.....aku tidak akan melukai manusia, aku sesak di sini Ibu, aku tidak bisa bernafas di tempat ini Ibu". Suara itu tersedu-sedu menangis.

"Ibu akan mengeluarkanmu dari ruangan itu, tapi tenangkanlah dirimu, Nak, Insya Allh ibu akan mengeluarkanmu bila kau sudah tenang dan tidak teriak-teriak lagi.

Mirna tidak mendengar lagi suara yang menggema tadi dan suara perempuan itu hilang. Mirna tambah penasaran berarti ada manusia di rumah tua ini, ia melangkahkan kakinya lagi menuruni anak tangga yang terakhir. Mirna melirik ke kiri kanan, tapi tidak ditemukan orang yang ada di ruangan besar itu. Mirna mulai merinding, ia ingin berlalu dari rumah tua itu, tapi ia mendengar bisikan untuk mendekati kurungan beruapa jeruji besi yang besar seperti lengan manusia tebalnya.

"Kemarilah, mendekatlah". Suara itu berulang-ulang didengar Mirna.  Dia bagai terhipnotis mengikuti saja suara itu, ketika Mirna mendekati kurungan, ia terperanjat dan berteriak karena ia berpapasan mata dengan raksasa di dalam kurungan.

"Ra.....ra.......k......sa.........sa". Terbata-bata Mirna mengucapkan kata tersebut dan akhirnya jatuh pingsan.

"Ibu......Ibu....., ayah.....ayah....., tolong.....tolong......". Raksasa it terus memanggil ayah dan ibunya. Orang tuanya berlarian mendekati anaknya.

"Ada apa, Si Hijau, mengapa kau teriak-teriak memanggil kami".

"Ibu....ayah lihat itu,". Raksasa itu menunjuk Mirna yang telah pingsan di lantai.

"Oh, tolong pa, angkat gadis ini ke kursi!,

Orang tua Si Hijau merawat Mirna, mengambil minyak gosok untuk diciumkan ke hidung Mirna dan telapak kaki serta jari-jemarinya. Tapi Mirna belum sadar juga.

Tiba-tiba si Hijau berteriak lagi.

"Ayah.....Ibu.....aku telah berubah wujud jadi manusia seutuhnya, lihat aku Bu, ini keajaiban Bu". Si Hijau melompat-lompat kegirangan  dalam kurungan  besi yang sangat besar.

Ayah dan Ibu Si Hijau menghampiri anak semata wayangnya meninggalkan Mirna yang masih pingsan di Sofa kamar tengah.

"Nak, semua yang terjadi hari ini petunjuk dari Maha Kuasa melalui perantara gadis itu, kutukan akan hilang bila ada seorang gadis melihatmu dalam keadaan berubah wujud jadi raksasa". Ibu dan ayahnya menghampiri Si Hijau dan Ibu membuka gembok kurungan  tersebut. Dan mereka saling berpelukan dengan penuh haru.

"Nak, semua ini hidayah dari Allah swt, engkau telah beribadah kepada Allah swt  selama puluhan tahun, dan doa kedua orang tuamu". Kata Ayah memeluk dan mencium pipi  anaknya yang telah tumbuh dewasa, pemuda yang sangat tampan.

"Oh, ya, Ayah, Ibu dimana gadis itu yang telah menyelamatkan aku dari kutukan nenek moyang kita". Si Hijau beanjak meninggalkan kedua orang tuanya dan mencari di setiap ruangan.

"Nak, di sini gadis itu masih pingsan di sofa". Kata ibunya.

"Oh......Ibu, Ayah, bagamana ni? Kita harus melakukan sesuatu" menghampiri Mirna yang lagi tidak sadarkan diri.

"Iya, Nak". Kata Ibu dan ayahnya.

Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk menyadarkan Mirna yang pingsan. Tiba-tiba Mirna membuka matanya dan melihat orang tua Si Hijau dan Si Hijau lagi menatapnya.

"Siapa kalian?". Mirna terkejut.

"Kami pemilik rumah ini, dan ini anakkku". Ibu menunjuk ayah dan Si Hijau.

"Tadi, aku lihat raksasa besar sekali, di mana Raksasa itu?". Mirna berlari menuju kurungan tempat raksasa itu dikurung. Dan betapa kaget  Mirna raksasa yang dilihatnya tadi sebelum pingsan tidak ada di tempat kurungan.

"Non, raksasa yang  dilihat tadi, sudah berubah wujud jadi manusia, bila ada seorang gadis yang bertatapan langsung dengan raksasa hijau maka akan berubah wujud jadi manusia seutuhnya. Itulah kutukan yang ditimpakan kepada Anakku.  Makanya kami tidak pernah keluar dari kastil ini karena anakku kena kutukan nenek moyang kami sebelum ibu menikah, kalau Ibu menikah dan memiliki anak, maka anak ibu akan berubah wujud jadi raksasa yang berwarna hijau".

"Oh, begitukah, Bu? Jadi, mana anak ibu tersebut?".

"Inilah diriku, engkau liat waktu di dalam kurungan, terima kasih ya, sudah menolong aku bebas dari kutukan nenek moyangku, aku sudah menjadi manusia seutuhnya. Si Hijau menghampiri Mirna yang masih bingung.

"Oh, tidak apa-apa, saya hanya iseng-iseng ke sini ada bisikan yang memanggil-manggil untuk masuk di kastil ini, makanya aku ikuti kata hatiku". Mirna tersipu malu, ia menatap wajah gagah yang berdiri di hadapannya. Mirna dan Si Hijau saling berjabat tangan dan memperkenalkan nama masing-masing. Keceriaan tergambar dari wajah-wajah ibu, ayah dan Si Hijau. Mereka ngobrol berjam-jam tidak sadar sudah pukul 12.00 siang.

"Ok, Bu dan Pa, aku pulang dulu nanti aku dicari nenekku, karena dari tadi aku keluar menghirup udara pagi". Melihat jam tangannya.

"Nanti aku ke sini lagi ingin kuceritakan ini kepada warga bahwa kalian bukanlah raksasa yang mendiami kastil ini agar warga tidak mengasingkan kalian". Izin pamit. Meninggalkan kastil dengan rasa lega.

Keesokan harinya, Mirna membawa para warga ke Kastil Hijau itu ada yang tidak mau ke sana takut nanti tidak kembali, tapi lebih banyak yang ingin melihat wujud yang tinggal di rumah tua itu. Mirna yang duluan masuk ke rumah itu melalui pintu kecil yang tempatnya pertama kali masuk. Dan mencari orang tua Si Hijau. Mirna melihat lagi santai di ruang tengah. Mirna mengajak mereka untuk keluar ingin membuktikan bahwa mereka manusia-manusia normal.

Pintu gerbang utama dibuka perlahan-lahan, para warga antara takut, heran, kaget karena pintu itu berderit sangat keras. Di balik pintu keluarlah keluarga Si Hijau dan Mirna, para warga akhirnya melihat langsung wajah-wajah mereka. mereka berwajah  putih-putih dan bersih-bersih tidak pernah dikena matahari bertahun-tahun lamanya serta anaknya yang sangat tampan. Warga  terpukau melihat keluarga kastil tua itu. Akhir cerita, keluarga Kastil Hijau hidup berbahagia di tengah-tengah warga yang ada di sekitar kastil. Warga pun tidak takut lagi dengan kastil itu, warga menikmati suasana kastil dengan penuh suka cita. Dan Mirna pulang ke kota di antar nenek dan Si Hijau bersama kedua orang tua Si Hijau ke terminal bis. Mereka pun saling salam dan Mirna naik ke bis.

"Sampai jumpa Nek, Ibu, Bapak, Hijau, terima kasih atas kebersamaan selama ini". Mirna melambaikan tangan kepada orang-orang yang disayanginya.

"Sama-sama, Mir, jangan lupa telepon kalau sudah tiba di kota ya, Mir, dan hati-hati di perjalanan,". SI Hijau melambaikan tangannya.

"Iya, da.....da.... da..... semua". Mirna masih terus melambaikan tangannya sampai bis itu meninggalkan desa tercinta yang penuh kenangan dan petualangan yang tak terlupakan.

****

Nur_Gemini76

                                     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun