Mohon tunggu...
Nur Kolis
Nur Kolis Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah seorang pembelajar dan pengembara

Saya menyukai dunia menulis untuk ikut memberikan kontribusi positif bagi semesta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petualangan Menemukan Anggrek Bulan

27 Agustus 2022   15:28 Diperbarui: 27 Agustus 2022   15:44 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petualangan Menemukan Anggrek Bulan

            Di dalam hutan tropis yang lebat menghijau mekarlah kelopak bunga Anggrek Bulan berwarna merah muda yang bergelantungan di ranting sebuah pohon yang sangat besar. Tak hanya satu bunga Anggrek, di pohon raksasa tersebut banyak sekali bunga Anggrek yang tumbuh menempel di setiap rantingnya. Selain bunga Anggrek, pohon besar itu  juga menjadi rumah bagi sekawanan burung kutilang yang setiap hari berkicau merdu menciptakan suasana semakin syahdu, apalagi saat pohon besar itu selesai diguyur hujan, air yang menetes dari dedauan pohon dan juga dari kelopak bunga Anggrek menambah kedamaian yang berlipat-lipat bagi setiap mata yang memandangya.

            Adanya pohon besar yang dipenuhi bunga Anggrek yang indah itu menjadi kabar yang tersebar luas di kalangan masyarakat desa yang terletak di sebuah lembah di kaki gunung yang menjulang sangat tinggi. Pohon besar yang penuh dengan bunga Anggrek bulan itulah yang selalu menjadi keinginan besar Adhin untuk dapat melihatnya secara langsung. Adhin adalah seorang gadis desa berumur 11 tahun yang memiliki wajah rupawan, ia adalah gadis yang suka bertualang menjelahi keindahan alam.

            "Mama, Adhin ingin pergi ke hutan melihat bunga Anggrek", permintaan Adhin kepada mamanya di pagi hari.

"Tidak mama izinin, Adhin kan minggu depan ada ujian sekolah, Adhin harus banyak belajar", sahut mama Adhin menjawab.

"Tapi Ma, Adhin kan ingin banget melihat bunga Anggrek itu, Adhin janji koq kalau nanti ujian Adhin akan mendapatkan hasil yang bagus".

"Bener nih?", tanya mama kepada Adhin.

"Iya.. janji deh". Jawab Adhin sambil memelas.

"Baiklah, mama izinin kamu untuk melihat Anggrek itu tapi dengan satu syarat",

"Apa Ma syaratnya..?" tanya Adhin kepada mamanya penasaran tentang syarat itu.

 "Adhin boleh pergi melihat bunga Anggrek itu asalkan ditemani paling enggak atau minimal lima teman", mama menjawab pertanyaan Adhin sambil mengangkat tangan kanannya dengan membuka lima jari untuk memperjelas jawabannya.

"Siap Ma..., itu mah syarat yang gampang untuk Adhin, jangankan lima teman, sekabupaten aja Adhin siap untuk ajakin mereka semua", kelakar Adhin kepada mamanya yang sedang sibuk mengiris bawang merah untuk memasak nasi goreng.

"Itu namanya bukan teman sekabupaten, tapi daun-daun sekabupaten yang sudah numpuk berhari-hari di kamarmu itu", kelakar balik mama kepada Adhin yang gemar mengumpulkan daun kering untuk ditempel di dinding kamarnya.

"Mama...., itu daun berguna banget untuk Adhin tau", sahut Adhin kepada mamanya sambil merengek seperti anak-anak yang bersekolah di Play Group yang tak jauh dari rumahnya.

 "Iya deh...", jawab mama singkat sambil tersenyum.

Adhin memang suka memungut daun-daun pohon mengkudu yang jatuh di halaman rumahnya, Adhin suka menuliskan kata-kata atau kalimat dengan penanya di atas daun kering itu kemudian di simpan atau ia tempelkan di dinding kamarnya.

"Adhin mau ajakin teman-teman Adhin dulu ya Ma..., assalamu 'alaikum", suara Adhin berpamitan dan langsung berlari cepat ke teras rumahnya bagai Ultraman terbang ke langit sehabis bertarung dengan musuhnya.

"Wa 'alaikumussalam, hati-hati..", jawab mama kepada Adhin.

"Iya Ma..", jawab Adhin sambil memakai sandal kesayangannya yang berwarna ungu.

...................................

            Di suatu pagi hari, saat sang mentari sudah mulai menampakan sinarnya untuk menyapa bumi, di bawah sebatang pohon mengkudu yang berbuah lebat berkumpulah enam orang anak yang sudah bersiap melakukan petualangan ke hutan untuk melihat bunga Anggrek. Mereka adalah Adhin si petualang, Ibra seorang anak laki-laki yang suka menabung, Nafiza seorang gadis kecil yang suka mencari capung, Varo seorang anak laki-laki yang pandai memanjat pohon, Zia seorang gadis yang hobi menolong teman-temannya, dan Galih seorang anak laki-laki yang alim dan bijak.

Nampaknya tak butuh waktu lama bagi Adhin mengajak teman-temannya untuk berpetualang menemukan bunga Anggrek. Jumlah mereka sudah enam anak, artinya sudah memenuhi persyaratan mama Adhin yang mengharuskan minimal lima teman yang menemaninya jika ingin berpetualang.

            "Teman-teman, sudah bawa bekal semuanya?", tanya Adhin pada teman-temannya.

            "Sudah dong.," jawab mereka serempak.

            "Ayo berangkat, aku sudah tidak sabar ingin melihat bunga Anggrek yang katanya sangat indah itu!", ajak Zia penuh semangat kepada teman-temannya.

            Diiringi hembusan angin pagi yang bertiup sepoi-sepoi untuk mengantarkan kesejukan pada dunia, Adhin si gadis enerjik dan teman-temannya mulai berangkat ke hutan menyusuri jalan setapak yang biasa dilalui oleh warga untuk berkebun atau mencari kayu bakar.

            Di sepanjang jalan, sesekali mereka bercanda satu sama lain.

            "Hewan apa yang kakinya di atas kepala?", ujar Adhin memberi tebak-tebakkan kepada teman-temannya.

            "Mmmm.., hewan apa ya..?", gumam Galih berpikir dalam-dalam mencoba menemukan jawaban sambil menggaruk-garuk rambut di kepalanya.

            "Aku tahuuu....", sahut Nafiza mencoba menjawab cepat-cepat sebelum Galih selesai berpikir mencari jawaban.

            "Iya..., apa jawabannya..?", suara Adhin sedikit teriak karena bersemangat.

            "Sapi terbang...hahaha", jawab Nafiza sambil tertawa riang.

            "Bukan.., jawabannya belum benar..", sahut Adhin menimpali.

            "Burung terbang..", Zia mencoba menjawab.

            "Belum tepat jawabannya...", suara Adhin menanggapi.

            "Mmmm... kita nyerah deh...", sahut mereka serentak sambil penasaran menunggu Adhin memberi tahu jawabannya.

            "Jawabannya adalah.......", Adhin sengaja memberi jeda kalimatnya agar teman-temannya semakin penasaran. "Jawabannya adalah si kutu rambut...", pungkas Adhin memberi tahu jawabannya.

            "Mmmm.., koq bisa jawabannya kutu rambut ya..?", tanya Zia sambil berpikir masih dihantui penasaran.

            "Kan kutu rambutnya ada di kepala manusia, jadi kakinya ada di kepala... kepala manusia", jawab Adhin menerangkan ke Zia.

             "Hahaha.. iya benar juga ya.... sampai ndak kepikiran aku.. ", sahut Zia sembari tertawa dan diikuti pula oleh gelak tawa teman-temannya yang lain.

Benar kata orang bijak bahwa hati yang bahagia akan membuat kita kuat menyusuri setiap jalan yang membentang panjang. Bahagia itu berharga, segala sesuatu jika dilakukan dengan hati yang bahagia akan terasa ringan. Menuntut ilmu atau ibadah juga begitu, jika ia dijalani dengan hati yang bahagia, maka hal itu akan terasa ringan dan nikmat.

Tak terasa, perjalanan Adhin dan teman-temannya sudah mulai memasuki hutan lebat yang menghijau. Nampak pepohonan besar dan rimbun di kanan kiri mereka.

"Wah,, pohonnya besar-besar banget", ucap Ibra penuh kagum melihat pohon besar secara langsung. Maklum, selama ini Ibra hanya melihat pohon-pohon besar yang ada di gambar yang menempel di dinding ruang tamu rumahnya.

"Jangan lupa berdoa ya..!" ucap Galih mengingatkan teman-temannya agar selalu berdoa pada Allah agar semuanya aman.

"Siapp...", sahut teman-teman serentak.

"Bismillahiladzi la yadhuru ma'asmihi syai'un fil ardhi wala fii sama' wahuwassami'ul 'alim", ucap mereka berdoa bersama-sama.

Seiring perjalanan yang semakin jauh, semakin lebat pula hutan yang mereka jelajahi. Tiba-tiba, Ibra kebelet pipis. Ibra kemudian menyampaikan kepada teman-teman bahwa ia ingin turun untuk buang air ke sungai yang ia lihat tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.

"Oh iya.., itu ada sungai, tapi kamu hati-hati ya., kita akan menunggu di sini", ucap Adhin memberi aba-aba.

"Oke.., teman-teman tunggu di sini aja!", ujar Ibra merespon pesan Adhin sekaligus berpesan pada teman-teman.

Saat Ibra mulai sampai di tepi sungai, tiba-tiba ia melihat sosok hitam panjang dan besar seperti ular yang ada di tengah-tengah sungai. Langsung saja Ibra berteriak keras, "Ular... di sini ada ular raksasa..", Ibra berlari kencang kembali menuju ke tempat teman-temannya menunggu. Sampai di sana Ibra mengatakan bahwa barusan ia melihat ular raksasa di tengah sungai dan kemudian mengajak teman-temannya berlari. Ibra dan teman-teman pun berlari mencari tempat berlindung. Sampailah mereka ke mulut gua yang ada di tengah hutan.

"Ayo masuk, biar kita ndak dimakan ular raksasa!", ajak Ibra kepada teman-temannya. Merekapun masuk ke dalam gua dan bersembunyi di balik batu yang besar.

"Mana ularnya..?", tanya Varo penasaran.

"Sssstt.., jangan berisik, nanti kita ketahuan lho sama ularnya", sahut Zia mencoba membuat suasana tenang. Semua terdiam, tak bersuara dan tak bergerak.

Di tengah-tengah suasana kesunyian, tiba-tiba terdengar suara keras sekali, "Duuutttttt...dutt dutt..", Ibra kentut dan langsung mengagetkan mereka semua.

"Hahaha..., Ibra ini,, kentut sembarangan..", gertak Zia sambil ketawa dan menutupi hidungnya. Semua teman pun menahan tawa dan nafas.

Hingga akhirnya Varo mencoba keluar dari Gua. Kentut Ibra mungkin telah menumbuhkan mental keberanian Varo untuk mencoba memeriksa keadaan sekitar.

"Aman koq..., tidak ada ular raksasa di sekitar sini., teman-teman ayo keluar!", sahut Varo memanggil teman-temannya.

"Beneran aman..?", tanya Adhin kepada Varo.

"Iya.., semua aman, ndak ada apa-apa di sini", jawab Varo sambil mengangkat jempol tangannya untuk meyakinkan.

"Oke.., yuk teman-teman kita keluar dari Gua ini!", ajak Adhin mengkoordinir teman-teman.

Varo pun mengajak teman-teman untuk memeriksa sungai tempat dimana Ibra mengaku melihat ular. "Ibra, ularnya tadi di sebelah mana?", tanya Varo kepada Ibra.

"Itu...., di sana...", jawab Ibra sambil mengisyaratkan jari telunjuknya menuju ke tengah sungai.

"Hahaha .., itu potongan batang pohon kelapa Ibra.., itu bukan ular..!" jawab Varo ke Ibra. Semua teman pun ikut tertawa lepas, ternyata yang disangka oleh Ibra sebagai ular raksasa adalah sebatang pohon kelapa yang hanyut terbawa arus di aliran sungai.

"Mmmm., maafkan Ibra teman-teman, Ibra ndak sengaja!".

"Iya ga papa, santai aja Ibra, kita semua udah maafin, malahan kita jadi terhibur", sahut Adhin mencoba menenangkan hati Ibra.

"Iya, kita harus saling memaafkan., memaafkan adalah salah satu sifat orang mulia, wal 'aafiina 'aninnaas (.. dan bersedia memaafkan orang lain)", ujar Galih menambahkan.

.............................................

            "Ada di sebelah mana ya bunga Anggrek bulan itu tumbuh di hutan ini..?",  tanya Adhin kepada teman-temannya.

            "Mungkin Anggrek itu ada di hulu sungai di atas sana..", jawab Nafiza sambil berapi-api dan langsung mengajak temannya menuju ke hulu sungai.

            "Lewat sini..!", ujar Varo yang tiba-tiba sudah berada di jalan setapak yang ada di tepi sungai tak jauh dari tempat teman-temannya berdiri.

            Mereka pun berjalan menyusuri jalan setapak yang membentang menuju hulu sungai. Entah apa yang membuat mereka yakin dan mengikuti kabar dari Nafiza, padahal mereka sama-sama belum pernah memasuki hutan ini sebelumnya.

            Mereka terus berjalan sambil mendengarkan gemericik suara air sungai menabrak bebatuan. Sesekali mereka melemparkan batu atau ranting pohon yang kering ke sungai agar air sungai itu muncrat mengenai baju seorang di antara mereka.

            "Awas aja kalo bajuku basah..!", ujar Zia memberi peringatan kepada Varo yang suka bercanda. Zia memang anak yang tegas.

            Mereka hampir sampai di hulu sungai. Nampak dari kejahuan sebuah pohon besar nan rimbun. "Teman-teman., di sanalah pohon yang kita cari, pohon yang ditumbuhi bunga Anggrek", ungkap Adhin bersemangat sambil menyiapkan Kamera DSLR yang telah ia bawa di dalam tas.

            "Yeeyy,, akhirnya ketemu juga Anggrek yang kita cari", sahut Nafiza dan Zia.

            Sebelum sampai di pohon besar tempat Anggrek itu tumbuh, tiba-tiba mereka mendengar suara keras, "Tunggu...tunggu.. aku mau ikut..!".

            Mereka pun mencari sumber suara itu, mereka heran, tidak ada satu orang pun selain mereka di hutan ini. "Aku.. ikut!" suara itu terdengar semakin dekat dan keras, tapi tetap saja mereka tak melihat orang lain.

            "Hantu....", mereka berteriak sambil berlari menuju pohon tempat Anggrek tumbuh, berharap mereka menemukan pertolongan.

            Suara itu terus mengikuti sampai akhirnya mereka tiba di pohon besar yang rindang. Di bawah pohon itu mereka semua bertiarap sambil menutup mata mereka karena ketakutan.

            "Wahai anak-anak..", ucap suara misterius itu.

            "Jangan makan aku, jangan makan aku...!", ujar Ibra menahan takut berharap tidak dimakan sosok misterius itu.

            "Ibra, diam.. bacalah doa!", sahut Galih menenangkan Ibra.

Suara misterius itu terdengar semakin keras, seakan tempatnya semakin mendekati anak-anak yang sedang tiarap ketakutan. "Jangan rusak pohon ini, jangan rusak bunga ini, jangan rusak hutan ini, hutan ini adalah rumaku..!", ungkap suara misterius itu.

            "Jangan-jangan suara itu.., adalah......!", Ibra menangis sesengukan sambil menahan takut.

            "Ibra jangan gitu.., aku tambah takut...", sahut Nafiza.

            "Ha ha ha... untuk apa kalian ke sini?", suara misterius itu kembali terdengar semakin dekat.

            "Kami ke sini hanya untuk melihat bunga Anggrek bulan dan mengambil gambar, bukan untuk merusak pohon atau hutan", ucap Adhin mencoba memberanikan diri menjawab suara misterius itu.

            "Oh kalau begitu boleh, silahkan saja melihat bunga itu., ha ha ha", suara misterius itu mempersilahkan mereka.

Varo yang merupakan anak pemberani mencoba membuka mata dan melihat ke sekeliling sambil berdiri dan berputar. Varo mencoba mencari dari mana asal suara misterius itu. Varo pun akhirnya menemukan sosok hitam yang berada di ranting pepohonan yang rindang kemudian ia memberi tahukan kepada teman-temannya.

            "Teman-teman, aku telah menemukan dari mana suara misterius itu berasal", ungkap Varo.

            "Itu suara apa..?", tanya Zia penasaran.

            "Makhluk hitam yang terbang di antara pepohonan", jawab Varo.

            "Aku takut..." ungkap Ibra menimpali.

            "Teman-teman jangan takut, buka mata teman-teman dan lihatlah makhluk itu!", ajak Varo. Seketika mereka membuka mata dan mengikuti kemana jari telunjuk Varo di arahkan. Sesosok makhluk hitam yang bisa terbang.

"Itu burung Beo, hahaha", ungkap Adhin dengan cerdas menebak jenis burung yang dari tadi menghantui mereka semua. Mereka semaua pun tertawa lepas bersama-sama.

Secara refleks Adhin mengambil kameranya dan mulai mengambil beberapa foto burung Beo yang indah itu.

            "Wahh,, angreknya cantik banget", ungkap Nafiza sambil memberi tahu teman-temannya.

            "Wahh,, iya bunganya benar-benar cantik", ungkap mereka semua.

Mereka kagum dan bahagia, akhirnya mereka bisa memandang cantiknya bunga Anggrek Bulan yang berwarna warni yang tumbuh secara alami.

Tak butuh waktu lama, Adhin segera mengambil beberapa foto bunga Anggrek Bulan tersebut untuk diabadikan.

Adhin dan teman-temannya berharap kelak para generasi selanjutnya juga ikut menjaga dan merawat hutan agar berbagai tumbuhan dan binatang tetap terjaga habitatnya. Seperti pesan yang disampaikan oleh burung Beo tersebut, hutan harus kita jaga agar kita dan anak cucu kita kelak tetap bisa menikmati keindahan dan berjuta manfaatnya.

 

           

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun