"Tolong...!"
"Dek ! Dek ...!"
Mas Ilham merengkuhku ke dalam pelukannya. Entah kapan datangnya. Dari ekor mata dapat kulihat anak kecil yang penuh darah itu berlari melesat menuju keluar melewati pintu dapur yang terbuka menuju halaman belakang. Â Tidak kulihat Mbak Atma, hanya Mama yang tampak menangis sesengukan.
**enha**
Aku harus bedrest. Janinku rentan gugur. Kejadian semalam membuat lelah jiwa dan ragaku. Segera setelah sehat aku akan pindah saja dari rumah ini. Bisa gila lama-lama aku disini.
"Sejak kapan kamu mendengar suara-suara itu?" tanya Bapak yang datang menengokku.
Kuceritakan semua yang terjadi di rumah ini. Â Untungnya Bapak percaya dan mau memeriksa seluruh isi rumah.
"Apa sejak kamu hamil?" tanya Bapak lagi.
"Mungkin, Pak," jawabku ragu. Tiga tahun tinggal bersama mertua , baru kurasakan kejadian aneh akhir-akhir ini.
"Ada yang tidak suka dengan kehamilanmu," cetus Bapak mantap.
"Siapa?" Mas Ilham yang bertanya.