"Hu...hu...hu...!"
Suara itu terdengar lagi. Tanganku masih memegang handel pintu.
Brak! Â Â
                                                       Â
Pintu kubuka dengan keras. Keingintahuanku mengalahkan ketakutanku.
Ada sosok di dalam. Anak kecil. Kepalanya berdarah. Darah. Menetes menutupi matanya, menetes sampai ke kakinya. Lantai kamar mandi jadi penuh darah. Anak itu...menatapku tajam dengan kedua mata yang memerah.Semerah darah. Kakiku terpaku. Sekujur badan membeku, bahkan untuk berkedip pun aku tak sanggup.
"Hu ... hu ... hu...!"
Anak itu menangis, darah keluar dari matanya. Lalu dia mengangkat satu kakinya, melangkah... Astaga dia berjalan mendekatiku. Bibirnya menyeringai. Tangannya terangkat ... ah ... kukunya panjang dan meneteskan darah.
Kurasakan kakiku yang menjadi sangat berat. Seperti ada ratusan ton batu yang menindihnya. Aku harus lari menghindarinya. Oh, dia semakin dekat, kakiku makin berat. Aku terjengkang. Jatuh terduduk. Kurasakan basah di bawah perut. Darah!
"Tolong ... Mas! Tolong... Mama! Jangan Mbak! Aku Nurazmi! Istrinya Ilham, adikmu! Mas! Tolong!" Â aku berteriak sekuat tenaga.
Sosok di depanku bukan lagi anak kecil yang penuh darah tetapi Mbak Atma. Iya Mbak Atma yang menyeringai , dari bibirnya menyembul taring panjang yang meneteskan liur, matanya berkilat-kilat seperti ada bara api di dalamnya. Kedua tangannya siap mencekikku.