Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Horor

Tangisan Tengah Malam

15 Januari 2025   19:02 Diperbarui: 15 Januari 2025   19:02 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

"Mama, Atma takut! Takut! Dia datang lagi. Dia berdarah. Atma takut!" Kedua perempuan itu berpelukan. Tangis Mbak Atma makin kencang. Mama menenangkannya.

Akhir-akhir ini Mbak Atma sering bertingkah aneh seperti itu. Menangis dan marah-marah seperti anak kecil yang sedang tantrum. Aku dan Mas Ilham tidak tahu penyebabnya. Hanya Mama yang bisa menenangkan.

Dulu, sebelum aku menjadi bagian keluarga ini, Mbak Atma adalah wanita karier. Dia lulus kuliah dengan predikat summa cumlaude. Dalam pekerjaan pun kariernya melesat. Namun dalam dunia percintaan dia jatuh terpuruk. Kekasih terakhirnya meninggalkannya dengan membawa lari seluruh rekeningnya. Itulah yang menyebabkan perempuan bermata teduh itu menjadi sangat pendiam. Dia seperti tidak punya semangat hidup, lupa makan, lupa mandi, sampai lupa caranya berbicara. Sampai akhirnya perusahaan tempatnya bekerja memberhentikannya, pensiun dini.

"Pergiiii...! Pergiiii...! Pergiiii...!"  Mbak Atma berteriak keras seperti melihat setan ketika aku mendekat.

Mas Ilham cepat menarikku, kedua tangannya membentang menghalangi tangan Mbak Atma yang seperti ingin mencakarku. Dia mengaum keras, membuatku membeku.

"Sudah, Nduk! Bawa istrimu turun, Ham!" seru Mama. Ia  kembali merengkuh Mbak Atma ke dalam pelukannya. Mbak Atma meronta namun  kembali Mama membuatnya tenang.

Mas Ilham membawaku turun ke lantai bawah. Sejuta tanya berkelindan di kepala. Sudah beberapa hari ini Mbak Atma seperti membenciku. Ia menolak makanan yang kuberikan, ia tak mau kutemani, bahkan ketakutan setengah mati melihatku.

"Dipanggilkan ustadz untuk merukyah gitu lho, Mas," usulku kepada Mas Ilham.

"Iya, nanti kita rundingkan dengan Mama," jawabnya.

Sebenarnya usaha untuk menyembuhkan Mbak Atma sudah banyak, tak terhitung. Baik dengan cara medis maupun non medis. Sudah pernah ke dokter spesialis yang paling ngetop sampai ke psikiater. Pernah juga berobat di Ningsih Tinampi sampai Ustadz Danu. Namun kesembuhan memang hanya milik Allah semata.  Kita sebagai manusia hanya diwajibkan berusaha, berikhtiar. Hasil adalah kuasa mutlak  Asy Syafii, Sang Penyembuh.

** enha **

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun