Mohon tunggu...
Nuraini Mastura
Nuraini Mastura Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga

Suka baca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Terakhir

5 September 2024   10:12 Diperbarui: 5 September 2024   10:15 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, aku terbangun dengan rasa penasaran yang menggelitik. Rak di dalam mimpiku semalam rasanya cukup familier. Begitu berjalan menuju ruang tengah, mataku seketika tertumbuk pada satu punggung buku yang sangat menonjol. Tepat di lokasi yang sama seperti mimpiku, buku tebal berwarna biru itu bertengger. Sebuah kumpulan majalah kesehatan pekanan yang dibundel. Kutarik punggung buku itu. Saat kubuka secara asal, terjatuhlah secarik amplop putih yang cukup tebal ke lantai.

Buah dari mimpi yang datang pertama, kutemukan amplop berisi lembaran uang. Sepertinya yang menyimpannya sudah lupa.

            "Begitulah Ayahmu, pelit minta ampun. Diam-diam nyimpen duit. Pasti lupa sendiri dia taruh di situ." Ibu mengeluh dengan sewotnya. Sudah lebih dari lima tahun perceraian mereka, hingga kini Ibu masih belum sanggup berkata-kata baik tentangnya.  

Mimpi kedua lalu datang tanpa jeda. Malam berikutnya.

Pagi hari usai sarapan, aku berkata pada Ibu begitu saja. Memuntahkan mimpi baru semalam yang terasa begitu gamblang. "Ma, nanti akan datang tamu dari jauh." Sambil menyeruput teh panas di cangkirnya, Ibu hanya menatapku tajam seraya mengerutkan dahi. Tak mengerti apa yang kumaksud.

Lalu pada sore hari, perkataanku terbukti. Pamanku, adik Ibu, yang hampir satu dekade tak pernah terdengar kabarnya, tiba-tiba saja datang. Tamu dari jauh. Jauh-jauh dari Kalimantan. Meski kedatangannya kali ini hanya demi mengemis bantuan.

Ibu bertanya-tanya bagaimana aku bisa tahu. Tetapi aku pun tak mampu menjelaskan.

Kemudian mimpi ketiga dan terakhir hadir. Berbeda dari kedua mimpi sebelumnya yang terlihat begitu terang-benderang, kali ini hanya kilasan-kilasan singkat dan buram.

"Kau mimpi aneh apa lagi?" tanya Ibu di meja makan begitu melihatku keluar kamar dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan seakan habis ditubruk angin puting beliung. Mimpi ketiga membuatku luar biasa gelisah.

"Selamat ulang tahun ya, Nak," ucap Ibu kemudian. Ah ya, bagaimana mungkin aku lupa.

Mimpi ketiga ini jatuh pada hari kelahiranku yang ke-21. Ingatanku tiba-tiba terpantik. Sudah tiga hari berturut aku mengalami mimpi-mimpi aneh yang terbukti nyata kemudian hari. Sebuah kesadaran merasukiku. Mimpi pertama dan kedua kurasa hanya sebuah isyarat akan kedatangan mimpi ketiga sekaligus terakhir. Mimpi pertama bahkan tak ada gunanya. Nominal uang kertas yang disembunyikan oleh mendiang bapak sudah dinyatakan tak berlaku sebagai alat tukar oleh bank. Begitupun, kabar dari mimpi kedua tak banyak artinya bagi kehidupanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun