"Kamu membuat-buat."
Aku tersenyum. "Aku tahu. Mungkin karena aku rindu. Tapi, mungkin kamu lebih merindukan senja daripada aku."
"Aku merindukan keduanya."
"Aku dan senja?"
"Bukan. Kamu di dalam senja."
Senja baru pulang. Ia habis pergi lama sendirian. Sesungguhnya, ia masih lelah, tetapi memaksa ingin pergi ke pantai. Merasa ada hal besar yang harus dikatakannya.
Perjalanan panjang mengenali dan menerima dirinya bukan sesuatu yang bisa diremehkan. Meskipun ia sudah pulang, bukan berarti semuanya selesai. Ia masih harus berjibaku seumur hidupnya hanya untuk bisa tidur dengan baik dan memiliki perasaan yang tenang sepanjang hari. Ia sedang menorehkan sejarah untuk menjadi pejuang.
"Apakah menurutmu kita harus pulang ke rumah masing-masing dan tidak usah bertemu dalam waktu yang lama?"tanyaku mengulang pertanyaannya.
"Aku hanya tak ingin kecewa," jawabnya.
"Kenapa harus kecewa?"
"Karena kondisiku, aku harus menyerahkan diriku pada seseorang bila aku harus hidup bersamanya. Aku harus sangat bersandar padanya. Aku tahu kamu kuat. Kamu mungkin bisa melakukannya. Tetapi, waktu sering kali menguras kekuatan seseorang. Akan lebih baik bagiku untuk menyesuaikan diri sejak dini untuk tidak bergantung pada orang lain daripada kelak ditinggalkan."