"Sepertinya Gusti Ratu Tunggadewi tak bercerita apa adanya pada Paduka," sahut Senopati Angkrang. "Gusti Ratu tak bercerita bahwa Gajah Mada sebenarnya tak menginginkan anak dari beliau. Itu sebuah kecelakaan. Gajah Mada mendekati Gusti Ratu hanya untuk meraih tahta. Seperti Ken Arok yang menikahi Ken Dedes."
Hayam Wuruk mengerutkan kening. Dia siap mendengar apapun dari Senopati Angkrang, tapi bukan hal seperti itu. Sesuatu yang terlalu pahit di telinganya. Dengan wajah merah-padam, dia membentak, "Kau pembohong!"
Senopati Angkrang tak marah dibentak demikian. Dia memandang Hayam Wuruk dengan penuh simpati. "Hamba mohon maaf jika itu bukan sesuatu yang Gusti Prabu ingin dengar. Ini kesalahan hamba. Jika memang Gusti kehendaki, hamba tidak akan membicarakan soal ini lagi."
Hayam Wuruk nampak bimbang. Apa yang dikatakan Senopati Angkrang memang menyakitkan, tapi belum tentu bohong belaka. Tak ada salahnya membiarkan dia bicara. Itu lebih baik dari pada terus bertanya-tanya. Sambil menghela nafas, akhirnya Hayam Wuruk berkata, "Tidak, lanjutkan saja. Aku ingin mendengar semua ocehanmu!"
"Jika itu keinginan Gusti Prabu," sahut Senopati Angkrang. "Gajah Mada itu punya ambisi untuk berkuasa. Memanfaatkan penderitaan Gusti Ratu Tunggadewi saat Jayanegara berkuasa, dia tak kesulitan mempengaruhi Gusti Ratu untuk membenci kakaknya itu. Sekaligus membuat Gusti Ratu jatuh hati kepadanya."
Apa yang dikatakan Senopati Angkrang tentu cukup mengguncang Hayam Wuruk. Maharaja muda itu cukup kenyang dengan cerita burung tentang kehidupan pendahulunya, tetapi tak pernah sepribadi ini. "Maksudmu...bukan Ra Kuti yang berada di belakang pemberontakan terhadap pamanda Jayanegara, tetapi Gajah Mada sendiri?"
Senopati Angkrang mengangguk. "Gajah Mada tahu Ra Kuti juga punya ambisi besar. Karena itu - seperti Ken Arok memperalat Kebo Ijo - dia pun memancing Ra Kuti berontak, lalu membunuhnya setelah Jayanegara tewas. Dengan demikian, dua pulau terlampaui sekaligus. Menjadi pahlawan bagi Majapahit dan membuat Gusti Ratu jatuh hati padanya."
Senopati Angkrang memperhatikan reaksi Hayam Wuruk saat mendengar ceritanya. Apa yang terlihat membuatnya gembira. Hayam Wuruk nampak terdiam. Tapi sama-sekali tidak tenang. Kentara sekali menahan gejolak perasaan. Seperti orang yang menolak kenyataan yang pahit.
"Hah, mengapa aku harus mempercayaimu," sungut Hayam Wuruk sambil membuang muka. "Bagaimanapun, kaulah yang membawaku ke tempat ini dengan paksa."
Senopati Angkrang tersenyum dalam hati. Dia tahu kata-katanya telah tertanam di batin Hayam Wuruk. Penyangkalan yang dia dengar justru membuktikan hal itu. "Hamba tak membantah hal itu, Gusti. Tapi hamba melakukannya karena alasan yang benar. Bukan saja demi Majapahit, tapi juga untuk keselamatan Gusti Prabu sendiri."
Hayam Wuruk seketika melotot marah. "Untuk keselamatanku? Jadi kau menculik diriku, setelah membantai ratusan prajurit Bhayangkara yang mengawalku, karena kau sangat peduli pada keselamatanku? Kau kira aku sebodoh itu?"