Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Astaga, Konser Pengocok Perut!

4 Januari 2021   11:40 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:22 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari Pxhere

Musik yang terdengar itu tak lebih dari jenis jazz fusion belaka. Bertempo riang, ringan, dengan ketukan perkusi yang lincah. Aku bisa mengenali vokal Syaharani di sana. Setidaknya selera Harry tidak buruk dalam memilih penyanyi untuk lagunya.

Apa? Apa aku penggemar musik jazz, kok tahu Syaharani? Tentu saja tidak. Aku cuma penggemar wanita cantik.

Sekitar tiga menit rekaman mengalun normal-normal saja. Lalu keningku mulai berkerut. Speed rekaman itu sepertinya melambat. Seperti suara kaset jadul yang diputar memakai tape yang karetnya mendadak kendor. Dengan bodohnya sempat kukira itu insiden. Tentu saja bukan.

Rekaman lagu itu terus melambat kecepatan putarnya. Terus dan terus melambat. Sampai menjadi tak karuan bunyinya. Suara drum dan perkusi yang semula rancak berubah seperti bunyi puluhan kaleng rombeng yang dikocok bareng ratusan petasan menyala dalam kontainer berisi ribuan liter dahak.

Suara seksi dari Syaharani yang melengking jernih pun makin terdengar menyerupai dengkuran seekor singa yang sibuk mengunyah rantai. Demi Tuhan, baru kali ini aku tahu kalau lagu bisa terdengar begitu mengerikan jika diputar jauh di bawah kecepatan normal.

Dan itu belum bagian terburuknya.

Ternyata bukan cuma kecepatannya yang diturunkan gila-gilaan. Nadanya juga direndahkan tanpa ampun. Oh, sekedar informasi, syaraf manusia itu sangat peka terhadap nada rendah. Itulah sebabnya banyak film drama atau horror suka memainkan musik bernada rendah saat adegan-adegan yang murung dan menekan perasaan. Nada demikian sangat efektif membikin pendengarnya merasa stress.

Padahal itu baru nada rendah yang rendahnya biasa saja. Bayangkan jika itu direndahkan seratus kali lipatnya dan diperdengarkan lewat tata suara dolby-surround berkekuatan ribuan watt.

Itulah yang sedang menghajar syaraf-syarafku sekarang.

Aku benar-benar seperti berada di tengah-tengah mimpi buruk. Perasaan gelisah, depresi, trauma, takut dan segudang varian stres lainnya seperti berlomba mencabik-cabik syarafku sampai ke akar-akarnya. Kegelapan total ruang konser makin memperkuat efeknya sampai ke level biadab.

Tiba-tiba layar besar di panggung akhirnya menyala, dan saat melihat apa yang ditayangkan di sana, spontan aku mengeluh, 'Oh Tuhan, tidaak....!'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun