'Apa?' kali ini aku tidak cuma membatin tapi benar-benar mengutarakannya. Dan semua penonton agaknya juga belum ngeh itu cuma candaan atau bukan. Soalnya semua masih terdiam.
'Serius ini,' tegas Harry. 'Ada hadiah satu milyar buat satu dari kalian. Syaratnya cuma satu : kalian bertahan sampai pentas usai tanpa kena musibah. Musibah yang wajarnya diamankan pakai kantong itu. Wajarnya lho. Kalau kena tapi ndak mau pakai, ya terserah. Tapi tetep ndak terima duit. Ngerti kan? Coba, mana ada superstar yang dermawan kayak saya...!'
Aku mengerutkan kening menatap kantong plastik besar itu. Mau dipakai pengaman buat apa barang beginian? Apa hubungannya dengan musik humor? Pertanyaan yang sama pastinya juga berkecamuk di kepala penonton lain. Terdengar dengung percakapan antara mereka yang mencoba bertukar pikiran. Tapi sia-sia kelihatannya. Beberapa penonton tidak berdiskusi. Cuma menggaruk-garuk kepala.
Entah sudah menyerah atau cuma malas berpikir lagi, dengung percakapan tadi segera kembali menjadi tepuk-tangan membahana dan suit-suitan antusias. Masih ada yang berteriak juga. Tapi syukurlah bukan minta dikawinin. Cuma sekedar teriakan, 'Hidup Harry Hairy!'
Percaya atau tidak, seruan itu menular dan menjalar seperti wabah ke seluruh penonton. Semua, tak peduli umur dan jenis kelamin, menyerukan kalimat yang sama dan bersama-sama pula.
'Hidup Harry Hairy...Hidup Harry Hairy...Hidup Harry Hairy...'
'Hei, ndak usah diteriakin kalian pun saya sudah hidup,' sergahnya bersungut-sungut. 'Sudah ya, saya mau tidur dulu. Sudah seminggu saya begadang nyiapin pementasan ini. Sampai ketemu dua jam lagi...kalau kalian belum mampus!'
Aku agak kaget ternyata dia tidak bercanda. Begitu selesai dengan koar-koarnya yang menyebalkan itu, Harry melompat ke kasur, memasang headphone segede konde itu, menarik selimut....dan benar-benar tidur !
Belum selesai aku menarik nafas jengkel, lampu panggung tiba-tiba padam. Begitu juga seluruh penerangan yang ada dalam ruang konser. Aku merasa dihimpit oleh kegelapan total yang menyesakkan. Disusul oleh keheningan yang beraroma penasaran.
Keheningan itulah yang pertama kali dipecahkan. Pengeras suara raksasa yang mengelilingi ruang konser memperdengarkan musik yang membuatku tertegun. Ini pasti bercanda, pikirku. Tidak masuk akal kalau si plontos itu memainkan musik seperti ini.
Bukan, bukan karena musiknya aneh. Tapi justru karena musiknya sangat normal. Sangat waras. Bukan musik yang diharapkan keluar dari otak sableng milik manusia sinting bernama Harry Hairy.