Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tenggelam di Langit #12

26 September 2018   08:36 Diperbarui: 26 September 2018   08:48 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekejap, ia muncul dan membopongku ke gubuknya. Menyuguhkan air segar pegunungan dan setandan pisang yang diraihnya dari pohon di depan jendela. Setelah sewindu tidak bertemu, aku kembali merasa utuh.

"Kamu mau apa kemari? Ini bukan tempat kamu."

Aku mendesah pelan, menunduk.

"Kamu benar. Aku tidak punya tempat lagi."

"Berhenti mendramatisir, Wira. Kondisinya tidak seburuk itu."

"Hah? Karagan terendam, orang-orang menderita, dan kamu bilang tidak seburuk itu? Kamu masih ingat kan alasan aku tetap di Karagan dan kamu di sini sendirian?"

Mandala diam, matanya yang coklat tua mengarah ke perapian. Terbantu oleh panas kayu bakar yang perlahan menjelma arang, aku mengingat-ingat kapsul waktu bayangan yang pernah kami tanam. Harapan, janji, ikrar, dan semua yang gagal kulaksanakan. Itupun jika tidak ingin mengatakan, sudah hancur berantakan.

"Lalu, aku harus apa? Kamu ingin aku marah dan ikut memaki kamu seperti orang-orang? Jika tidak mampu memperbaiki, kita cuma perlu berhenti," ujar Mandala. 

Aku memandanginya kalut, memetakan ingatan. Kisah ini berasal dari garis waktu yang lebih jauh kebelakang. 

Masih berseragam putih abu-abu, saat itu kami mangkir pada jam pelajaran olahraga. Kenangan tentang kenakalan masa muda. Memanggul tas, dengan kemeja putih menjuntai keluar, kami menuju taman kota.

Aku tidak ingat, Mandala atau aku yang memulai, di antara kerumunan anak TK, kami menggenggam ranting kering, dan menggambari sebidang pasir. Gunung, lautan, dan sungai, membelah sebuah kota. Di tepinya, aku menambahkan gedung-gedung megah dan orang-orang yang bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun