"Kenapa?"
"Sesuai rencana, dua bulan pemulihan keadaan. Lalu, dua minggu pelaksanaan agenda."
"Bukan ... maksud saya, kenapa kamu tidak menjawab saya tadi?"
"Bukankah barusan sudah saya jawab?"
"Bukan pertanyaan itu. Maksud saya ... ah, sudahlah. Selamat bekerja. Saya bangga ada warga kota yang peduli dan memberi solusi."
Aku tersenyum hambar. Tak menyangka Pak Wira setuju tanpa perdebatan berarti. Seperti ada ngengat beterbangan mengganggu mata, mengusik penglihatan. Menampilkan citra yang ganjil. Pak Wira terlihat seperti orang baik.
Tidak, ini pasti sekadar ilusi optik.
***
Tentram. Kampung wisata bernapas tenang dalam cahaya keemasan. Sudah lama damai tak singgah di sini. Vitamin, obat-obatan, dan makanan tambahan siap dalam satu kotak besar bersama peralatan penunjang.Â
Penuh ketelatenan, Pak Wangsa menyuntik vaksin untuk dua yatim piatu, Bani dan Banu. Aku mengamati gerak-gerik Pak Wangsa dengan ruap kekaguman. Pada jiwanya, tercium wangi kebijaksanaan.
"Neira, tolong kau berikan makanan tambahan untuk Sinai dan anaknya. Mereka sepertinya sangat lapar," ujar Pak Wangsa, tersenyum melihat Sinai bolak-balik di depan pintu.