Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Metazoa (2) #3

13 September 2018   17:15 Diperbarui: 9 September 2020   18:06 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih gontai, aku menyusuri jalan.

"Darimana, Nei? Kamu tidak biasanya terlambat."

Aku terpekur menatap Pak Wangsa dan Reno. Belum juga masuk ke medan pertempuran, aku sudah kehilangan kekuatan. Lima meter dari tempat kami berdiri, gerbang rumah Pak Wira siap menyambut.

Aku masih tak mengerti mengapa sudi datang kemari. Apalagi, fakta mengatakan bahwa Pak Wira membatalkan penjualan lahan. Reno membujuknya, entah dengan cara apa dan bagaimana.

Reno memandang tanganku, cemas. Mungkin karena darah yang mengalir, atau ia mengenali selaput suram yang menjadikan wajahku muram. Percuma, Reno tak memiliki cukup daya untuk mengubahnya.

Berat, kuikuti langkah mereka berdua. Aku menunduk semakin dalam. Tak sanggup menahan kebencian, saat Pak Wira menunggu dengan senyuman di pintu utama. 

Tiga mawar merah telah kuletakkan di bawah cemara.

"Selamat datang, Neira dan Pak Wangsa."

Aku merinding, serasa memasuki wahana waktu. Bagaimanapun, sepanjang hidup aku menganggap rumah ini sebagai nisan. Tempat nama, tanggal lahir, dan tanggal kematian Ayah terukir tak kasat mata.

Kakiku kesemutan. Wajah Ayah tidak berhenti berkelebatan.

Apa lagi ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun