Dia terdiam, menatapku heran. Lalu tersenyum. Manis juga.
"Duduklah. Aku hafal wajahmu. Aku bisa menggambarkannya jika polisi bertanya."
"Maksudnya?"
"Ya ... kalau kamu macam-macam."
"Aku jamin tidak akan. Justru kamu lebih aman sekarang," kataku, tersenyum semanis yang kumampu. Mengambil posisi satu meter darinya.
"Kenapa kamu duduk di taman malam-malam?" tanyaku. "Eh, maksudku ... kamu suka taman di malam hari?" Aku meralat.
"Aku ingin menemui Ayah tengah malam nanti," jawabnya datar. Matanya yang cantik memandang percikan hujan.
"Di sini?"
"Bukan. Di rumah hijau, ujung jalan sana," katanya.
Aku tertegun, itu rumahku.Â
"Rumah walikota?"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!