"Ya... pasti resep obat yang diberikan dokter dapat menyembuhkan sakit. Kamu kenapa Irkala? Sakit?"
Irkala tersenyum, "Iya, aku sakit. Tapi nggak bakal ada dokter yang bisa menyembuhkanku."
Nana kemudian melotot, air mukanya berubah panik. "Serius?! Kamu sudah cek ke berapa dokter?! Apa hasilnya?! Kamu sakit apa?!"
"Nggak, kok. Bukan sesuatu yang serius." Irkala menunduk, "Malah sangat remeh."
"...eh?"
"Satu pertanyaan terakhir." Irkala mengembangkan senyum yang lebih lebar, berharap dapat menghilangkan rasa cemas Nana terhadapnya. Ekspresi itu tidak cocok berada pada wajah manisnya. "Na, menurutmu, kalau ada seseorang yang sedang jatuh cinta, dia harus apa?"
Pertanyaan Irkala, semakin membuat Nana bingung. Laki-laki yang sudah dikenalnya sejak SD itu, terus memutar topik pembicaraan tanpa aba-aba dan seenaknya saja. "Hmm... dia harus... menyatakannya?" jawabnya tak yakin.
"Walaupun kemungkinan besar dia akan ditolak?" Irkala mengeratkan tatapan matanya pada Nana.
"Irkala, serius, deh. Kamu kenapa? Sakit apa? Mau kutemani ke dokter sekarang juga?"
Irkala menggeleng, "Jawab saja pertanyaanku."
Dengan kebingungan yang makin menyesatkan pikirannya, Nana terpaksa menjawab, "Ya, beri tahu saja." agar Irkala berhenti bertanya.