Cina Benteng memang selalu diidentifikasi dengan stereotip orang Cina berkulit hitam atau gelap, jagoan bela diri, dan hidupnya pas-pasan atau malah miskin.
Sampai sekarang, ternyata mereka juga tetap miskin meski sudah jarang yang jago bela diri. Meski ada beberapa yang sudah berhasil sebagai pedagang. Sebagian besar Cina Benteng hidup sebagai petani, peternak, nelayan. Bahkan, ada juga pengayuh becak.
Sejarah Cina Tangerang memang sulit dipisahkan dengan kawasan Pasar Lama (Jalan Ki Samaun dan sekitarnya) yang berada di tepi sungai dan merupakan permukiman pertama masyarakat Cina di sana.
Pada akhir tahun 1800-an, sejumlah orang Cina dipindahkan ke kawasan Pasar Baru dan sejak itu mulai menyebar ke daerah-daerah lainnya. Pasar Baru pada tempo dulu adalah merupakan tempat transaksi (sistem barter) barang orang- orang Cina yang datang lewat sungai dengan penduduk lokal.
Selain di Kampung Sewan yang terletak di belakang Bendungan Pintu Air Sepuluh, keturunan etnik Tionghoa di Tangerang ini juga tersebar di Teluk Naga. Dulu sebagian dari mereka merupakan petani.
Setelah rumah dan sawahnya terkena gusur untuk proyek pembangunan bandara Soekarno Hatta, mereka pun pindah ke Kampung Sewan pada 1970an. Dulu tempat tinggal mereka adalah yang sekarang menjadi landasan kapal (bandara), lalu digusur dan pindah ke Kampung Sewan.
Kelenteng
Sebagai kawasan permukiman Cina, di Pasar Lama dibangun kelenteng tertua, Boen Tek Bio, yang didirikan tahun 1684 dan merupakan bangunan paling tua di Tangerang. Lima tahun kemudian, 1869, di Pasar Baru dibangun kelenteng Boen San Bio (Nimmala).
Kedua kelenteng itulah saksi sejarah bahwa orang-orang Cina sudah berdiam di Tangerang lebih dari tiga abad silam.
Kelenteng Boen Tek Bio Tangerang adalah yang pertama berdiri diantara tiga kelenteng tertua di Tangerang. Komunitas Tionghoa di Petak Sembilan mendirikan kelenteng ini waktu itu dalam bentuk yang masih sangat sederhana.