"BASKARAAAAA!!!" Aisyah langsung berlari sekuat-kuatnya, mendekati kolam renang tersebut. Betapa kaget terlihat mayat Baskara yang telah terapung di kolam renang. Tak berfikir lama Aisyah langsung lompat ke kolam renang, ia membawa Baskara naik ke atas dengan bantuan, Amerta, Dinda, dan Nirma.
"Baskara bangun nak, Kamu kenapa bisa kayak gini? hiks...hiks...hiks nak jangan tinggalin Bunda" Aisyah terus menekan dada Baskara, berharap anaknya bangun. tetapi semuanya terlambat, Baskara telah pergi. Anak laki-lakinya itu benar-benar telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
***
Kini Aisyah berada di pemakaman, puluhan orang mengucapkan bela sungkawa. Ia hanya bisa menangis di bawah batu nisan bertuliskan nama Baskara Geovanio Putra. Baskara satu-satunya anak yang ia punya, satu-satunya penyemangat hidupnya.Â
Kini Baskara benar-benar meninggalkannya, Aisyah tak berhenti menangis dan menyalahkan dirinya sendiri, andai waktu itu ia tak pergi, andai ia tak membiarkan Baskara sendiri di rumah. mungkin Baskara masih ada sampai sekarang.
"Ibu, ibu sudah ya. jangan nangis lagi, ibu gak sendirian. Disini ada Amerta,Dinda, sama Nirma yang udah anggap ibu kayak ibu sendiri, ayo bu kita pulang" ucap Amerta. Dinda dan Nirma mengangguk "iya Bu, bener apa yang dibilang Amerta, Baskara gak bakal tenang kalo liat ibu kayak gini. mending kita pulang yuk bu" sambung Dinda.
Aisyah mengangguk dan memutuskan untuk pulang, disepanjang jalan air mata Aisyah tidak berhenti menangis. Hancur, dunianya benar-benar hancur sekarang.
Kini mereka telah sampai di rumah, Aisyah menatap sekeliling rumah, dadanya semakin terasa sesak, air matanya tak kunjung berhenti menetas. Di rumah ini, tak ada lagi tawa ataupun tangis Baskara, tak ada lagi Baskara yang menunggunya pulang, tak ada lagi Baskara yang menyemangatinya setiap hari. Aisyah benar-benar terpukul atas kepergian Baskara.
"ini semua salah ibu...Andai waktu itu ibu gak pergi, dan gak ninggalin Baskara sendiri di rumah. Baskara pasti sampai sekarang masih ada." ucap Aisyah
Nirma memeluk Aisyah, mencoba menenangkannya "Gak ada gunanya Bu, menyalahkan diri sendiri. Ini udah takdir Tuhan. Ikhlasin aja meskipun itu susah Bu."
Dinda berpindah duduk di sebelah Aisyah, ia menatap Aisyah dengan tatapan sendu "Bu ini Dinda nemuin surat ini di meja makan, di atas suratnya ada kue ulangtahun." Aisyah langsung menoleh dan mengambil suratnya, di balik amplop surat itu terdapat tulisan "SURAT CINTA UNTUK BUNDA" sehingga membuatnya tak tahan, ia semakin menangis sejadi-jadinya.