" permisi pak, Â anak pak roberto sudah tiba."
Perempuan yang sama tadi masuk, tanpa ketukan dipintu, Â tanpa juga peduli apa yang terjadi dia berikan informasi.
" owh iya, persilahkan masuk dan satu lagi panggil satpam kesini, "perintahnya.
 " baik pak."
 Perempuan itu pergi,  masih tanpa menoleh pada beny dan yang lain---seperti mereka tak pernah ada.
Setelah kekacauan yang dibuat very, Â pandangn ketiga orang itu sedikit melunak--- bisa dibilang takut , kerena mereka juga tampak menjaga jarak dari very yang berusaha ditenangkan.
" sudahlah ver, Â jangan kau buat masalah," beny memohon, "kita sudah kehilangan banyak, Â jangan kau tambah lagi. "
Sepertinya dia sudah tidak betah disana, selain tidak kuat lagi menahan very dengan emosinya, Â juga karena hinaan itu terus mendengung dikupingnya.
Dengan dibantu karsa dan gilang, diseretnya tubuh very.
"cari tempat asal kalian, tak pantas kalian berada disni, dasar gembell!! "
Tidak mau kiranya bapak itu kehilangan kesempatan untuk menghina---dia masih sisipkan cacian--- padahal beny sudah mengalah keluar.
Mungkin mereka akan berhenti jika kata makian itu telah mengupas tulang-tulang beny dan yang lainnya--- tanpa banyak yang mereka dapat perbuat, hanya bisa lenyap dibalik pintu kaca itu.
**
Di gang kecil yang berdekatan dengan tempat tadi, mereka berempat melampiaskan kecewa, Â kesal, Â marah, Â sedih, Â tak tahu jika dicampur dalam wajan akan jadi apa semua emosi itu---mungkin hidangan penuh kebencian.
Yang sangat jauh dari hayalan.
" brengsekkk!! Â Masih juga kalian hentikan aku, Â "
Malang nasib tembok didekat very itu, Â harus merasakan kerasnya hantaman. Â
Bahkan tembok bata itu bergetar, Â beberapa serpihan jatuh dikepalalnya.
Dan darah juga memebekas disana ---bekas luka ditangannya terbuka lagi.
" apa?, Â apa yang kau dapat jika pukul orang orang itu, Â lagu kita akan diterimanya? Tidak, Â yang ada mereka bisa penjarakan kau---Kau mendekam dipenjara sedangkan mereka leluasa tertawa, apa itu yang kau mau?"
Kecewa beny begitu kentara, bukan hanya pada orang orang itu, Â tapi juga pada dirinya, karena ketidak berdayaan ini.
Dipegangi pipi sahabatnya itu, Â mencoba membuat sadar kekerasan tak mampu selesaikan masalah.
" beginikah orang kota? Â seperti mereka tidak pernah mengenyam bangku sekolah, Â apa pantasnya merka duduk diukursi itu, "
Ujar karsa , kehilangan mimpi di awal percobaannya. Bukan, ini bukan awal namun bisa jadi yang terkahir, Â semua uang, Â semangat, Â kerja kerasnya hanya dibayar lunas oleh hinaan mentah---hanya sia sia.