Mohon tunggu...
Nita Seftia
Nita Seftia Mohon Tunggu... Penulis - Jangan lupa tersenyum:)

"Jika Kamu Gagal Dalam Melakukan Sesuatu Hanya Satu Hal yang Harus Kamu Lakukan "TRY AGAIN"

Selanjutnya

Tutup

Money

Sejarah Perbankan Syariah

23 Januari 2020   10:13 Diperbarui: 23 Januari 2020   10:55 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEJARAH PERBANKAN SYARIAH
Nita Seftia
Institut Agama Islam Negeri Curup
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Perbankan Syariah

ABSTRAK

Perbankan Islam sekarang ini telah dikenal secara luas di belahan dunia muslim dan Barat. Perbankan Islam merupakan bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha memberi pelayanan kepada nasabah dengan bebas bunga (interest). Sejak pertengahan tahun 1970-an, bank-bank islam berkembang sangat pesat. 

Bank-bank ini tidak hanya didirikan di Negara-negara muslim tetapi juga berdiri di Negara seperti Inggris, Denmark, dan Philiphina yang pemeluk Islamnya minoritas. 

Pada Bank Internasional  dan Bank Pembangunan Islam pemegang sahamnya adalah Negara OKI, yang sekaligus bertindak sebagai sponsor perbankan Islam dan pembiayaan lebih luas di dunia Islam, yang pada tahun 1980-an turut mendukung Pakistan dan Iran untuk mentransformasikan sistem keuangan mereka dengan sistem bebas bunga. 

Teori tentang perbankan Islam tentang perkembangannya dimulai sejak tahun 1950-an. Teori ini berusaha menegakkan sistem perbankan yang bebas bunga (interest-free banking) dengan menggunakan prinsip mudharabah dan musyarakah yang dijalankan melalui sistem bagi hasil (profit and loss sharing). 

Praktik-praktik fungsi perbankan ini tentunya berkembang secara berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemunduran di masa-masa tertentu, seiring dengan naik turunnya peradaban umat Muslim. 

Keberadaan bank Islam dewasa ini merupakan salah satu bentuk di antara bank yang ada di Negara Islam maupun non-Islam. Simpanan, pinjaman, serta pemegang saham diinvestasikan secara adil di bank ini, sehingga dengan demikian akan membawa dampak perkembangan yang berarti.

Kata Kunci : Perbankan Islam, interest, perkembangan bank syariah

PENDAHULUAN

Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prisip syariat Islam yang berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya suatu sistem ekonomi islam. 

Gagasan mengenai konsep ekonomi Islam secar internasioanal muncul pada sekitar dasawarsa 70-an, ketika pertama kali diselenggarakan konferensi internasional tentang ekonomi Islam di Makkah pada tahun 1976. 

Pada tahun 1920, di Mesir  didirikan bank Islam yang pertama kali dengan nama Bank Mesir, kemudian disusul tindakan pemerintah Republik Arab untuk menasionalisasikan bank. 

Lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang amat pesat dengam lahirnya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 yan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi Negara-negara dan masyarakat Muslim pada umumnya. 

Pesatnya perkembangan lembaga perbankan Karena bank Islam memiliki keistimewaan-keistimewaan. Salah satu keistimewaan yang utama adalah yang melekat pada konsep (build in concept)  dengan berorientasi pada kebersamaan. 

Pada dasarnya, aktivitas bank Islam tidak jauh beda dengan aktivitas bank konvensional yang ada, perbedaannya selain terletak pada orientasi konsep juga terletak pada konsep dasar operasionalnya berlandaskan pada ketentuan-ketentuan dalam Islam. Bank Islam yang beroperasi  di Indonesia sampai sekaranng ada dua jenis, yaitu: Bank Muamalat Indonesia(BMI) dan bank Perkreditan Rakyat (BPR) Islam. 

Beroperasinya Bank Islam di Indonesia harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat dan Negara Indonesia, baik di bidang sosial, ekonom,I mauoun hukum. Selan itu juga harus memenuhi persyaratan dan operasionalnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. 

Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Perbankan di Indonesia berasaskan demokrasi ekonomi, berdasarkan pancasila dan UUD 1945. 

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat. Dalam menjalankan kegiatan usahanya perbankan Indonesia berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudentia principle), prinsip kepercayaan (fiduciary principle), prinsip kerahasian (confidential principle), dan prinsip mengenal nasabah (know your customer principle). Adapun perbankan syariah Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, jenis bank dibedakan menjadi bank umum dan bank pekreditan rakyat. Bank umum terdiri dari bank umum konvensional dan bank umum syariah. Bank umum konvensional biasa di sebut sebagai bank umum, sedangkan bank umum syariah biasa di sebut bank syariah. 

Fungsi pokok bank umum adalah menyedikan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi, menciptakan uang (uang giral), menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat, serta menawarkan jasa-jasa perbankan. 

Bank Islam atau bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

Berdasarkan rumusan tersebut, bank Islam berarti bank yang tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-quran dan Al-hadis. 

Muamalah ini meliputi bidang kegiatan jual beli (ba'e), bunga (riba), piutang (qoroah), gadai (rohan), memindahkan utang (hawalah), bagi untung dalam perdagangan (qira'ah), jaminan (dhomah), persekutuan (syirqoh), persewaan dan perburuhan (ijaroh). 

Dalam peroperasiannya bank Islam harus mengikuti dan atau  berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah SAW, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama dan cendikiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Alquran dan Alhadis.

Kebutuhan untuk melakukan perubahan bentuk dari mekanisme lama (klasik) menjadi mekanisme modern tersebut muncul dari kesulitan untuk mempertemukan konseptualisasi sistem perbankan ke dalam realitas praktek akibat dari penerapan interpretasi riba yang ada sekarang ini. 

Oleh karena itu, setiap perbankan terhadap sistem perbankan Islam tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melakukan pencerahan (interpretasi riba) terhadap konsep ini berdasarkan pada seluruh perintah Alquran dan sunnah. Di samping itu penting pula memperhatikan realitas perekonomian dan pembiayaan yang berkembang dewasa ini, seperti kesempatan melakukan investasi, pembagian kerja dan lain sebagainya.

PEMBAHASAN
Dasar Pemikiran  Terbentunya Bank Islam

Dasar pemikiran terbentuknya Bank Islam dari adanya larangan riba di dalam Alquran sebagai berikut:

"Orang-orang yang memakan riba itu tiak akan berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang --orang yang di rasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Yang demikian itu karena mereka mengatakan: "perdagangan itu sama saja dengan riba". Padahal Allah telah menghalalkan perdangan dan mengharamkan riba. Oleh jarena itu, barang siapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginyalah apa yang telah lalu dan mengulangi lagi (memakan riba) maka itu ahli neraka mereka akan kekal di dalamnya." (QS Al-Baqarah: 275)

Sistem ekonomi Islam tersebut bersumber dari Alquran dan Alhadis yang dikembangkan oleh pemikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad, yang kemudian di terapkan di dalam masyarat. 

Jadi, sistem ekonomi Isalm bukan suatu pemikiran yang bersifat final, melainkan terus berkembang melalui kerja ijtihad. Bahkan sistem ekonomi Islam bukan hanya teoretis, ia merupakan hasil suatu proses tranformasi nilai-nilai Islam yan membentuk kerangka  serta perangkat kelembagaan dan pranata ekonomi yang hidup dan berproses dalam kehidupan masyarakat. Dalam hubungan  inilah terbentunya organisasi lembaga perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam merupakan modal bagi pertumbuhan sistem ekonomi menuju kearah sistem ekonomi Islam.

Perbankan Pada Masa Rasulullah SAW

Dalam sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukakan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim  dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. 

Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW. 

Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan "Al-amin", dipercaya oleh masyarakat Makkah untuk menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a. untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.  Walaupun di zaman Rasulullah belum terdapat instusi bank, ajaran Islam sudah memberikan prinsip-prinsip-prinsip dan filosofi dasar yang harus di jadikan pedoman dalam aktivitas  perdagangan dan ekonomi.

Perbankan Pada Masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah

Zaman Rasulullah SAW fungsi-fungsi bank dilakuakan oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi. Baru kemudian, di zaman bani Abbasiyah ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah islam telah di kenal sejak zaman Abbasiyah. 

Perbankan mulai berkembanng pesat ketika beredar banyak jenis mata uang  pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Hal ini di perlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda. 

Orang yang mempunyai keahlian khusus ini di sebut naqid, sarraf dan jihabiz.  Aktifitas ekonomi ini merupakan cikal-bakal dari apa yang kita kenal sekarang sebagai praktik penukaran mata uang (money changer).

Istilah jihbiz itu sendiri mulai dikenal sejak zaman khalifah Muawiyah (661-680) yang sebenarnya di pinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa sasanid, istilah ini di pergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah. Peranan banker pada zaman Abasiyyah mulai popular pada pemerintahan khalifah Muqtadir (908-932 M). 

Pada saat itu, hampir satiap wazir (menteri) mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu Wahab sebagai bankirnya, Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab menunjuk Ibrahim Ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi  mempunyai tiga orang bankir sekaligus. 

Peranan banker telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat di transfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya.

Perbankan Pada Masa Eropa

Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktik perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fiqih adalah riba. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika raja Henry VIII pada tahun 1545 membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Setelah wafat Raja Henry VIII digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Hal ini tidak berlangsung lama. 

Ketika wafat Ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang kembali memperbolehkan praktik pembungaan uang. Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Oleh karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang dimayoritas Negara-negara muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.

Perbankan Syariah Modern

Oleh karena itu bunga uang secara fiqih dikategorikansebagai riba yang berarti haram, disejumlah Negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank alternative non-ribawi. Hal ini terjadi terutama setelah bangsa-bangsa muslim memperoleh kemerdekaannya dari para penjajah bangsa Eropa. 

Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an tetapi usaha ini tidak sukses. Eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an, di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan Negara itu.

Namun demikian, eksperimen pendirian bank syariah yang syariah yang paling sukses dan inovatif di masa modern ini dilakukakan di Mesir pada tahun 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dikalangan petani dan masyarakat pedesaan. 

Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran, pada terjadi kekacauan politik di Mesir.  Sehingga operasionalnya  diambil alih  oleh National Bank of Egypt dan bank sentral  Mesir pada tahun 1967. Pengambilalihan ini menyebabkan prinsip nir-bunga pada Mit Ghamr mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi  berdasarkan bunga. 

Pada 1971, akhirya konsep nir-bunga kembali dibangkitkan pada masa rezim sadat melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang telah di praktikan Mit Ghamr. Kesuksesan Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. 

Ketika OKI telah terbentuk, serangkaian konferensi internasional mulai di langsungkan, di mana salah satu agenda ekonominya adalah pendirian bank Islam. 

Akhirnya terbentuklah Islamic Development Bank  (IDB) pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan finansial untuk pembangunan Negara anggotanya, membantu mereka untuk mendirikan bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan Islam. Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu telah memiliki lebih dari 43 negara anggota.

Pada perkembangan selanjutnya di era 1970-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam mulai menyebar ke banyak Negara. Beberapa Negara seperti Pakistan, Iran dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di Negara itu menjadi sistem nir-bunga, sehingga semua lembaga keuangan di Negara tersebut tanpa menggunakan bunga. 

Di Negara Islam lainnya seperti Malaysia dan Indonesia, bank nir-bunga beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional. Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar kebanyak Negara, bahkan ke Negara-negara Barat. 

The Islamic Bank Internasional of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, yakni pada tahun 1983 di Denmark. Kini, bank-bank besar dari Negara Barat, seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic Window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.

Perkembangan Bank-Bank Islam

Sejak eksperimen pertama pendirian bank Islam oleh Mit Ghamr pada tahun 1960-an, bank Islam sudah banyak yang berdiri. Di samping itu keberadaannya juga didukung oleh kekayaan minyak di kawasan Teluk. Perkembangan bank-bank Islam mulai meningkat tajam setelah awal berdirinya pada tahun 1960-an. 

Dari hanya satu bank pada awal tahun 1970-an, meningkat menjadi Sembilan pada tahun 1980. Di antaranya adalah Bank Sosial Nasser (1971), Bank Pembangunan Islam (1975), Bank Isalm Dubai (1975), Bank Islam Faisal Mesir (1977), Bank Islam Faisal Sudan (1977), Lembaga Keuangan Kuwait (1977), Bank Islam Bahrain (1979), dan Bank Islam Internasional (1980). Antara tahun 1981-1985, sekitar 24 bank Islam dan lembaga keuangan lainnya di Qatar, Sudan, Bahrain, Malaysia, Bangladesh, Senegal, Guinea, Denmark, Selandia Baru, Turki, Inggris, Yordania, Tunisia, dan Mauritania. 

Kebanyakan bank-bank Islam maupun lembaga keuangan berdiri hampir di seluruh Negara muslim. Di samping itu, di Negara-negara non muslim yang jumlah umat Islamnya minoritas, seperti Amerika Serikat dan Australia, mereka berusaha mendirikan lembaga keuangan islam.
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia.

Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembanganya agak terlambat bila dibandingkan dengan Negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. 

Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 20005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat perkembangan yang cukup tinggi. Menurut riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting pada tahun 2005 menunjukan bahwa total aset bank syariah di Indonesia diperkirakan akan lebih besar dari apa yang diproyeksikan oleh bank Indonesia. 

Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus di dukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. 

Tentunya kondisi ini cukup signifikan memengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan ekonomi syariah di semua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak di dukung oleh sumber daya insani yang baik pula.

Keistimewaan Bank Islam

Bank Islam sebagai alternatif  bagi bank konvensional yang dianggap kurang berhasil di dalam mengemban misi utamanya, memiliki keistimewaan yang juga merupakan perbedaan jika dibandingkan dengan bank konvensional.

Keistimewaan-keistimewaan Bank Islam tersebut adalah:

Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya. Kuatnya ikatan emosional keagamaan ini akan menimbulkan akibat kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil, semua pihak yang terlibat dalam Bank Islam akan menjadi tanggung jawab usaha yang sama sesuai dengan ajaran agamanya, sehingga semua pihak akan menerima perolehannya dengan ikhlas.

Diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga akan menimbulkan akibat yang positi. Akibat-akibat itu adalah:
Cost push inflation, yaitu akibat penerapan sistem bunga pada bank konvensional dapat dihilangkan, sehingga Bank Islam diharapkan mampu menjadi pendukunng kebijaksanaan moneter yang handal.

Memungkinkan persaingan antar Bank Islam berjalan secara wajar, karena keberhasilan Bank Islam ditentukan oleh fungsi edukatif bank di dalam membina nasabah dangan kejujuran, keuletan dan profesionalisme. Akibatnya, Bank Islam akan lebih mandiri dari pengaruh gejolak moneter baik dalam maupun luar negeri.

Di dalam Bank Islam, tersedia fasilitas kredit kebaikan (al Qardhul Hasan) yang diberikan secara Cuma-Cuma. Nasabah hanya berkewajiban menanggung biaya materai, biaya notaris dan biaya studi kelayakan.

Keistimewaan yang paling menonjol dari bank islam adalah yang melekat pada konsen (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan dalam hal :

Mendorong kegiatan investasi dan menghambat simpanan yang tidak produktif melalui sistem oprasi proft and losss sharing sebagai pengganti bunga, baik yang diterapkan kepada nasabah al-mudharabah  dan al-musyarakah, maupun yang diterapkan kepada banknya sendiri. Dengan sistem ini penyimpan dana di berikan motivasi untuk melakukan investasi yang menguntungkan.

Memerangi kemiskinan dengan membina golongan ekonomi lemah dan tertindas (dhu'afa' dan mustthad'afin) melalui bantuan hibah yang di arahkan oleh bank secara produktif dananya bisa di peroleh  dari zakat dan sedekah, serta melalui pinjaman lunak tanpa bunga (al-qardhul hasan) yang dananya di peroleh dari zakat. Khusus penerimaan dari infak dananya di salurkan untuk pengembangan sarana ibadah dan pendidikan islam.

Mengembangkan produksi, penggalakan perdagangan dan perluasaan kesempatan kerja melalui kredit pemilik barang atau peralatan modal dengan pembayaran tangguh (al-murabahah) dan pembayaran cicilan (al-bai'ubithaman ajil) yang disalurkan kepada pengusaha produsen, pengusaha pedagang perantara, dan konsumen dari barang yang dihasilkan pengusaha produsen. Dana untuk pengembangan industri, perdagangan dan kesempatan kerja ini di peroleh dari penyimpanan dana baik dalam bentuk giro, deposito maupun tabungan.

Meratakan pendapatan melalui sistem bagi hasil dan kerugian (profit and loss sharing)  baik yang di berlakukan kepada banknya sendiri selaku mudharib atau pemegang amanah maupun kepada peminjam dalam operasi mudharabah dan musyarakah.

Keistimewaan lain bank islam adalah dengan penerapan sistem bagi hasil bearti tidak membebani biaya di luar kemampuan nasabah dan akan terjamin adanya "keterbukaan". Dikatakan tidak membebani biaya kepada nasabah diluar kemampuannya Karena bank Islam tidak menetapkan beban biaya di muka. 

Apa yang menjadi kewajiban nasabah adalah membagi hasil dari perolehan usaha secara nyata yang sebagian atau seluruhnya di biayai oleh bank. Dan akan terjamin keterbukaan, karena nasabah selalu dapat mengetahui perkembangan perolehan bank dari sistem bagi hasilnya. Sehingga bank tidak akan bisa menyembunyikan pendapatnya.

Adanya kenyataan bahwa dalam kehidupan ekonomi masyarakat modern cenderung menimbulkan pengeksploitasian kelompok kuat (kuat ekonomi plus politik) terhadap kelompok lemah. Kenyataan ini menimbulkan reaksi balik dari kelompok lemah yang merupakan mayoritas untuk bereaksi bagi munculnya kehidupan ekonomi yang berkeadilan. Di sinilah bank islam dengan sistem bagi hasilnya menawarkan alternatif terhadap kehidupan ekonomi yang berkeadilan itu.

Kelemahan dan Permasalahan  Bank Islam di Dalam Operasionalnya

Bank Islam sebagai lembaga keuangan baru yang muncul lebih belakangan dari  bank-bank konvensional di dalam operasionalnya akan menghadapi permasalahan yang juga merupakan tantangan tersendiri bagi bank Islam. Kelemahan dan permasalahan yang ada dalam operasionalisasi bank Islam adalah:

Piha-pihak yang terlibat di dalam operasionalisasi bank Islam itu di dasarkan pada ikatan emosional keagamaan yang sama, maka antara pihak-pihak, khususnya pengelola bank dan nasabah harus saling percaya, bahwa mereka sama-sama beritikad baik dan jujur di dalam bekerja sama. Di sini, unsur kredibilitas moral sangat menentukan. 

Bagi pengelola bank, apabila kredibilitas moralnya tidak baik, meskipun penyimpangan yang dilakukan menimbulkan kerugian bag nasabah tetapi tindakan pengelola masih bisa dikenakan sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi yuridis menurut peraturan perundang-undang yang berlaku. namun, apabila nasabah yang "nakal" selain merugikan, bank akan kesulitan memberikan sanksi  karena di dalam bank Islam tidak di kenal adanya bunga, denda keterlambatan, dan sebagainya. Sehingga bank harus memperkuat fungsi pengawasannya. Ini akan menimbulkan permasalahan tersendiri dalam hal manajemen dan administrasi.

Sistem bagi hasil yang adil, menuntut tingkat professional yang tinggi bagi pengelola bank untuk membuat perhitungan yang cermat dan terus menerus, karena perolehan dari sistem bagi hasil tergantung pada tingkat keberhasilan usaha nasabah, padahal pengelolah yang professional merupakan persoalan yang belum terpecahakan dalam bank konvensional yang kelahirannya lebih lama.  

Tingkat  profesionalisme nasabah menjadi persoalan karena tingginya pendapatan bank tergantung keberhasilan usaha nasabah tergantung pada tingkat profesionalismenya.

Motivasi masyarakat muslim untuk terlibat di dalam aktivitas bank Islam adalah emosi keagamaan. Ini bearti tingkat efektivitas keterlibatan masyarakat muslim dalam bank Islam tergantung pada sikap dan pola pikir masyarakat muslim itu sendiri. 

Gejala umum menunjukan bahwa sikap dan pola pikir masyarakat muslim di Negara-negara yang sedang berkembang sebagai basisnya di bidang ekonomi masih memiliki sikap dan pola pikir yang konsumtif. Untuk mengubah sikap dan pola pikir  masyarakat ini diperlukan waktu yang panjang disertai upaya-upaya yang lebih terstuktur dan berkesinambungan.

Semakin berbondong-bondongnya umat Islam memanfaatkan fasilitas bank Islam, sementara belum tersedia proyek-proyek yang bisa dibiayai sebagai akibatnya dari kurangnya tenaga professional yang siap pakai, maka bank Islam akan menghadapi masalah "kelebihan likuiliditas".

Salah satu misi penting bank Islam adalah mengentaskan kemiskinan yang berada di daerah pedesaan. Ini berarti bank harus menjaring nasabah sebesar-besarnnya dari pedesaaan. 

Operasional bank Islam di pedesaan akan menghadapi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

Benturan dengan sistem nilai dengan tradisi masyarkat desa yang masih puas menyimpan uang di bawah bantal dan tradisi menyimpan uang kepada sesama warga berupa barang, khusunya sapi, emas dan tanah, yang pada saat pengembalian diperhitungankan dengan uang,  dimana pada saat pengembaliannya berlipat ganda dengan nilai barang pada saat di pinjam. 

Tranksaksi ini juga berlaku untuk pemberangkatan haji.
Tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat pedasaan relatif rendah, padahal pendapatan bank Islam dengan sistem bagi hasil sangat tergantung pada tingkat keberhasilan usaha nasabah.

Dari pengalaman praktik bank-bank Islam di luar negeri menunjukan bahwa meskipun bank Islam berorientasi pada masyarakat bawah, namun sebagai konsekuensi logis dari kompetensi ekonomi, bank Islam memiliki kecenderungan untuk mendapatkan bonafide. Ini terdapat kecenderungan bahwa yang berhasil mendapatkan fasilitas kredit dari bank Islam adalah kelompok kuat.

Apabila bank Islam telah memilih komitmennya kepada kelompok lemah atau dhu'afa' maka bank Islam jangan sampai terjebak dengan kecenderungan kepada nomor (6) di atas. Dalam upaya mensukseskan tugas mulianya untuk mengentaskan kemiskinan ini diperlukan proyeksi yang tepat serta peta-peta potensi ekonomi umat yang akurat. Untuk memiliki peta potensi umat itu pun tidak mudah, karena selalu memerlukan penelitian yang komprehensif juga memerlukan keterlibatan banyak pihak di dalamnya.

PENUTUP

Setelah menelusuri secara singkat sejarah praktik perbankan yang di lakukan umat Muslim. Dapat diketahui bahwa meskipun kosa kata fiqih Islam tidak mengenal "bank", tetapi sesungguhnya bukti-bukti sejarah menyatakan bahwa fungsi-fungsi perbankan modern telah dipraktikan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasullullah SAW. 

Praktik-praktik fungsi perbankan ini tentunya berkembang secara berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemundurandi masa-masa tertentu, seiring dengan naik turunnya peradaban umat Muslim. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep bank bukanlah suatu konsep yang asing bagi umat Muslim, sehingga proses ijtihad untuk merumuskan konsep bank modern yang sesuai dengan syariah tidak perlu dimulai dari nol. Jadi,  upaya ijtihad yang dilakukan insya Allah akan menjadi lebih mudah.

Kesimpulan

Setelah menelusuri secara singkat sejarah praktik perbankan yang dilakukan oleh umat islam, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa gelombang pemikiran dunia Islam modern mulai kembali bergairah setelah munculnya gerakan kebangkitan islam (Islamic revivalisme) sebagai pionir dalam memberantas kemujudan berpikir yang mencengkram dunia Islam setelah mengalami stagnasi yang panjang. 

Pengenalan sistem perbankan oleh Rasulullah SAW mengenai fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana. Kemudian, mengalami perkembangan fungsi pada zaman bani Abassiyah dan bani Umayyah. Yang ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. 

Dalam perkembangan berikutnya, bangsa Eropa  mulai menjalankan praktik perbankan, persoalan mulai karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam fiqih adalah riba, dan oleh karenanya haram. Berbasis bunga ini semakin merebak, keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini.  

Eksperimen pendirian bank syariah semakin banyak dilakukan.  Namun demikian, ekperimen yang paling sukses dan inovatif di masa Mit Ghamr Local Saving Bank.  Kesuksesan ini memberi inspirasi bagi umat muslim di seluruh dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. 

Pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia  sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya aset bank syariah  ini dikarenakan semakin baiknya kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah. Bank Islam sebagai lembaga keuangan baru yang muncul lebih belakangan dari pada bank-bank konvensional di dalam operasionalnya akan menghadapi permasalahan-permasalahan yang juga merupakan tantangan tersendiri bagi bank Islam.

Daftar Pustaka

  1. Karim, Adiwarman. 2008. Bank Islam. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
  2. Rahardian, Berta dkk. 2013. Ekonomi. Jawa Tengah: Viva Pakarindo.
  3. Saeed, Abdullah. 2008. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka  Pelajar
  4. Sumitro, Warkum. 2004.  Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun