Bersembunyi dalam luka yang tidak pernah sembuh? Oh bukan tidak pernah, tetapi tidak mau. Bukankah sembuh atau pun tidak adalah sebuah pilihan?
Lamunan terhenti, Mentari telah tiba di rumah Ibu Rahutami.
"Nak, kenapa kusut banget mukanya?"
Ternyata Ibu sudah menunggu Mentari di halaman rumah.
"Ada apa?"
"Ehmmm, gak apa-apa, Bu. Ada sedikit yang dipikir."
Ibu Rahutami memegang tangan anak sulungnya. "Ca, (panggilan kecil Mentari) lakukan dengan bahagia, hidupmu. Ibu menikmati kehidupan Ibu saat ini. "
Tak terasa air mata Mentari menetes, sentuhan lembut tangan Ibu di kepala Mentari semakin membuatnya meneteskan air mata lebih deras.
"Ibu sedih melihatmu seperti ini. Lakukan apa yang membuatmu bahagia. Kamu harus menjalani hidupmu dengan bahagia, Nak. Jangan pernah melangkah dengan ragu, Ca. Kamu harus melangkah dengan yakin. Harus berjalan dengan langkah tegap. Yakinlah bahwa ada sesuatu yang baik di depan sana."
Mentari memeluk Ibu Rahutami dengan erat.
"Mentari bahagia jika Ibu bahagia... Apa yang Mentari lakukan tidak ada seujung kuku apa yang Ibu lakukan terhadap Mentari."