"Ndhuk, sudah pulang?"
"Sudah, Bu. Mentari mandi dulu ya, Bu." seraya mencium tangan Ibunya, Mentari berjalan menuju bagian tengah rumah yang sejuk dan asri itu.
Ibu Rahutami seolah mengerti ada sesuatu yang berbeda dari Mentari. Mbok Tirah dari kejauhan mengangguk pada Ibu Rahutami seolah keduanya menyiratkan pikiran yang sama.
Dua ketukan di pintu kamar Mentari, memecah keheningan rumah nomor 77 A itu.
"Mbak, minum wedang jahe dulu, ya. Mbok sudah buatkan yang sapisial, hehe."
"Njih, Mbok Tirah. Terima kasih, sapisialnya, hehe." Mentari muncul dengan membukakan pintu kamarnya. Kepalanya terbungkus handuk merah. Dia melangkah keluar sambil membawa cangkir keramik berisi wedang jahe gula aren buatan Mbok Tirah.
Mentari menyeruput sedikit wedang beraroma pekat jahe itu.
Mata Mentari menyapu halaman belakang rumah. Sambil menikmati kesejukan suasana pagi jelang siang itu. Satu per satu tanaman di depan pandangannya dinikmatinya. Ibunya sangat menyukai dunia tanaman.
Mulai tanaman obat hingga tanaman hias ada di sana. Hijau dan berwarna-warni, koleksi tanaman kesukaan Ibu.
Beberapa di samping rumah ada tanaman buah. Jambu, Jeruk, Srikaya, ada Jambu Air juga. Tanaman-tanaman itu belum lama, kisaran empat tahun lalu baru ditanam. Beberapa sudah bisa diicipi buahnya.
Buah karya tangan dingin, Ibu.