"Kok kamu panggil rempah-rempah sih, Ton?" tanya Ulin, siswa cantik berambut kepang dua.
"Lah ... namanya Jae. Kan saudaranya kencur, kunyit, dan rempah-rempah lain, kan?"
"Hahaha ... kamu ada-ada saja, sih!" sembur Ulin tertawa lebar.
"Ya, apakah kamu memanggil saya?" Jaelani mendekat teman barunya itu dengan santun.
Di beranda kelas salah sebuah sekolah menengah kejuruan itu, mereka bertiga terlibat dalam pembicaraan seru. Beruntung, Jaelani yang telah tujuh tahun mengabdi pada Pak Hormat Sianturi, berperangai bagus. Sang dosen telah berhasil mendidiknya menjadi pemuda idaman yang bertanggung jawab, cerdas, dan santun.
Jaelani menjadi sosok pemuda kalem, tetapi bersemangat dalam meraih cita-cita. Bukankah ia ingin memperbaiki harkat dan martabat? Ia tak mau menjadi orang yang sia-sia. Kehadirannya di dunia ini harus bermanfaat, setidaknya bagi diri sendiri, dan terlebih lagi bagi sesama.
Sambil tersenyum, ia menjawab setiap pertanyaan kedua teman barunya itu tanpa membahas status diri sendiri. Dengan demikian, baik Anton maupun Ulin tidak tahu-menahu latar belakang kehidupan Jaelani.
"Jae ... kalau kamu berani memegang tangan Bu Ida saat pelajaran nanti, kamu kubayar! Apalagi kalau kamu bisa mencium punggung tangan beliau!" iming-iming Anton yang sedianya ngerjai anak desa santun yang dinilainya culun dan tampak bego itu.
Anton, Ulin, dan beberapa teman segera menyebar siasat dengan bisik berantai. Kedua teman sekelas itu berpikir, pasti Jaelani, si bocah udik itu akan kewalahan. Pastinya Bu Ida, guru paling cantik di sekolah yang konon masih jomlo itu digembar-gemborkan sebagai guru killer oleh kakak tingkat itu, akan marah besar. Jadi, niat Anton dan kawan-kawan hendak membuat heboh seisi kelas. Berharap guru killer itu akan menjadi sembuh. Tidak ada lagi guru yang dicap pelit memberi nilai, apalagi killer bagi mereka.
Mereka mendengar desas-desus tersebut saat ospek minggu lalu. Ospek yang tidak bisa diikuti oleh Jaelani karena statusnya sebagai karyawan cleaning service di sebuah kampus perguruan tinggi swasta terkenal.  Berdasarkan izin dari kantor itulah, Jaelani tidak bisa mengikuti ospek dan memperoleh rekomendasi khusus dari rektor, petinggi kampusnya.
"Berapa kau akan membayarku, Kawan?" tantang Jaelani menyelidik.