Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Harga Sebuah Cium Tangan

3 November 2024   11:24 Diperbarui: 4 November 2024   00:46 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rupanya Jaelani cukup cerdas. Meskipun  masih sepuluh tahun lebih sedikit, ia bisa menyerap materi pelajaran tingkat sekolah dasar yang disajikan selama beberapa bulan saja. Demikian halnya materi sekolah tingkat lanjutan pertama. Karena itu, hanya dalam kurun waktu tiga tahun, Pak Hormat Sianturi siap mengantar Jaelani untuk mengikui ujian tingkat sekolah lanjutan pertama. Masih paket kejar dengan mengandalkan home schooling.

"Kamu ingin  melanjutkan sekolah ke mana selulus SMP ini, Jae?"

"Saya tidak bisa memilih dan menentukan dengan bijak, Pak. Saya rasa ... saya sangat membutuhkan pertolongan Bapak untuk menentukannya!" sambut Jaelani santun.

"Kamu masih siap menjadi tenaga cleaning service di kampuskah?" tanya Pak Hormat Sianturi lembut.

"Kenapa tidak, Pak? Pekerjaan itu bukan pekerjaan hina. Halal dan sangat dibutuhkan jasanya. Coba tidak ada petugas cleaning service! Pasti kampus akan kotor, kumuh, dan menjadi sumber penyakit, bukan? Bukankah jasa cleaning service patut diperhitungkan sebagai garda depan kebersihan yang kata ustaz sebagai sebagian iman itu?" tukasnya kalem.

"Ya, ya ... beruntung masih ada kamu dengan pemikiran hebat begitu. Nah, tidak malukah kamu dengan mahasiswi yang sempat kau temui di kampus?"

"Kenapa harus malu, Pak! Harusnya saya menegakkan muka dan membusungkan dada kalau boleh. Sebab, kami petugas cleaning service ini melayani agar seluruh civitas akademika tetap dalam kondisi sehat karena tidak ada polusi udara, kan?"

"Hmm ... okelah! Paham! Tak sia-sia aku membawamu kemari, Jae!" senyum Pak Hormat mengembang.

***

"Hai! Rempah-rempah!" sapa Anton sebelum  jam pertama dimulai.

Pagi itu sekolah masih lumayan sepi. Masih beberapa siswa yang hadir. Hanya Anton, Ulin, dan Jaelani yang tampak berada di sekitar ruang kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun