Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puppy Love

4 September 2024   14:15 Diperbarui: 5 September 2024   21:38 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puppy Love
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Terdengar derap barisan anggota TNI yang sedang melakukan giat latih raga melintas di depan rumah.  Anggota  tentara  berjalan cepat sambil bernyanyi sebagai penyemangat.

Mendengar riuh suara mereka, melintas puing-puing puzzle masa kecil.  Masa sekitar setengah abad silam. Ketika ia masih ingusan, remaja desa yang lembut dan anggun.

"Pinjam Ilmu Hayat, ya!" teriak mulut mungil saat barisan siswa SMP swasta lewat di depan rumah menyelesaikan putaran olahraga.

"Iyaaa ...," jawab salah seorang siswa yang sengaja dicegat.

Mereka sedang melakukan pemanasan di sore hari. Guru olahraga meminta siswa berlari mengitari depan sekolah sampai sebuah tugu di pertigaan, kira-kira sekitar satu setengah kilometer pergi pulang.

***

Dianing, si gadis ayu mengenal salah seorang siswa di sekolah swasta tersebut. Bagus Purnama. Kakak  kelas sejak mereka sama-sama bersekolah di satu SD yang sama. Jika Bama, panggilan Bagus Purnama, sedang duduk di kelas lima,  Dianing setahun di bawahnya. Nah, di situlah mereka berdua berkenalan dan bergaul akrab.

"Aduuuuhh!" jerit Dianing saat kepalanya terkena lemparan bola kasti.

Dianing baru saja datang di tempat itu. Ia masuk siang. Saat  sedang melintas di tepi lapangan sambil menuntun sepeda, ia langsung tumbang. Apalagi  salah seorang siswa SD 1 menabrak tanpa sengaja. Namanya juga sedang asyik bermain kasti, tentu saja tidak memperhatikan teman yang sedang lewat. Perhatian terfokus pada ke mana bola terlempar sehingga segera berpindah ke etape berikutnya.

Gegara lemparan bola dan tabrakan tersebut, Dianing pingsan dan harus digendong ke UKS. Karena guru merasa takut dan cemas, dibawalah Dianing ke klinik dengan mengendarai becak.  

Saat berada di klinik tersebut, datang Bama bersama teman-teman untuk meminta maaf. Dianing tersenyum manis dan mengatakan dengan lembut bahwa ia telah memaafkan.

Sejak saat itu, Dianing terpikat oleh keberadaan sosok Bama. Ia telah jatuh hati dan rupanya tidak bertepuk sebelah tangan.

"Love will wrap each moment warm around it and wear a gentle smile upon its face." Cinta akan membungkus setiap momen hangat di sekitarnya dan memakai senyum lembut di wajah. Dunia terasa begitu indah bagi mereka!

Kedua sejoli sering bermain bersama. Kalau bukan Bama yang berkunjung ke rumah kekasih dengan berbagai alasan, Dianinglah yang datang ke rumah sang pujaan hati. Biasanya Dianing sambil membawa galah untuk mencari bekicot. Khususnya  di Minggu pagi karena keluarganya beternak unggas pemangsa bekicot.

Hati Dianing berbunga-bunga saat bertemu dan bersama-sama dengan Bama. Mereka bercanda dengan riang sambil berburu bekicot. Pernah suatu ketika mereka berdua terjatuh gegara terpeleset pelepah pisang busuk. Bama membantu menjolok bekicot yang menempel pelepah atas  pohon pisang, Dianing berada di bawah mengambili bekicot yang terjatuh.

Akan tetapi, mereka terpeleset bersamaan. Rupanya, pokok pohon pisang yang mereka injak sudah terlalu lunak dan licin. Nah, ternyata mereka terjatuh bertumpuk, berhimpitan! Beruntungnya  tidak seorang teman pun tahu. Saat Dianing berada tepat di atas badan Bama, darah berdesir memanas di sekujur raga. Bama refleks merangkul. Terdengarlah dengus napas memburu.

Sejenak mereka terlena dan ketika sadar buru-buru segera berdiri membersihkan kotoran di badan. Sorot netra  saling bertabrakan. Bersirobok. Salah tingkah. Mereka pun tersipu malu!

Jantung Dianing seolah kembali berlompatan saat memori itu melintas dalam angan.

"Ah, ... jatuh cinta, berjuta rasanya!" disenandungkannya sambil tersenyum tipis.

Sejak terjatuh berdua, Bama sering menggenggam tangannya. Meski  sejenak, terasa cukup menenangkan. Apalagi sambil  menatap manik netra dengan tersenyum.

"Hmmm, rasanya dunia berhenti berputar!" gumam tersipu mengingatnya.  

"Hmm, adakah kita bisa bertemu kembali?"  rintihnya.

***

"Selamat untuk Dianing Putri Utami,  kelas 1 b, sebagai juara umum kelas paralel!" ucap pembawa acara.

"Yang bersangkutan diminta maju  berbaris berjajar di dekat tiang bendera!" lanjutnya.

Saat itu, Dianing menerima kejutan lain. Ia beroleh sepucuk surat cinta dari Bama. Berisi sebuah puisi indah dihias vignete bagus.
Bama tahu, Dianing suka sekali puisi dan sering diminta membaca puisi oleh guru. Dianing pun pernah menjadi juara lomba baca puisi se-kabupaten. Itulah mengapa surat cintanya berupa untaian puisi  dengan diksi indah.

***

"Kita pacaran cuma berpegangan tangan begini, ya? Tapi kok rasanya ... seperti terbang ke awang-awang, ya!" seloroh Bama  suatu malam Minggu di teras rumah Dianing.

"A-aku ... ?!" Dianing gemetaran malu-malu.

"Kamu senang?" selidik Bama sambil meremas jemari.

Gadis ayu pemalu itu tersipu dan tertunduk. Berusaha  curi-curi melirik sang idola pujaan atma.

Bama mengangkat dagu gadisnya, sambil berujar, "Nggak mencoba ... misalnya berpelukan dan ber ... gitu?"

"Hehe ... cukup gini aja!" dalihnya.

"Kenapa? Kita coba, yuk? Pelan-pelan saja?" ajuknya.

Si gadis menggeleng tegas, "Kita masih harus giat belajar untuk mempersiapkan masa depan!"

"Hmm, iya, deh. Kita harus tetap semangat, ya!"

Sambil mengangguk-angguk dijawab lembut, "He ... eh, bener banget!"

Saat itu, Dianing duduk di kelas 1 Sekolah Pendidikan Guru. Sementara, sejak dua tahun lalu Bama indekos di kota lain karena melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertanian Atas. Sejak  pindah ke kota lain, mereka melanjutkan hubungan melalui surat-menyurat.  

Sejak liburan semester kedua kala itu, perlahan-lahan Bama tidak lagi bersurat. Dianing pikir, mungkin sang Arjuna sedang melaksanakan praktik kerja lapangan sehingga kesibukan menghalangi untuk menulis surat. Sementara, Dianing mempersiapkan diri pula untuk ujian semester guna kenaikan menuju ke kelas akhir.

Ketika sedang hendak membeli lilin ulang tahun ke-17, Dianing bertemu Eka Rahajeng sahabat seangkatan, sekaligus tetangga Bama.

"Dik, Dik Dian!" seru Eka dari seberang jalan.

"Iya, Mbak!"

"Ke rumahku sebentar, yuk!" ajaknya.

"Ada apa, Mbak?"

"Ayolah!" ajak Eka.

Diseretnya  lengan Dianing untuk mengikuti langkah. Sesampai di rumah, dimintanya Dianing duduk di teras, Eka mengambil sesuatu dari dalam kamar.

"Bama berkabar tidak, Dik?" tanya Eka sebelum menunjukkan sesuatu.

Dianing menggeleng sambil menatap netra dengan tajam. Berharap sahabatnya itu memberitahukan sesuatu. Sejenak kemudian, kepadanya ditunjukkan dua lembar foto ukuran post card. Entahlah foto itu diperoleh dari siapa.

"Dik, ini foto Bama, 'kan? Kamu tahu enggak tentang ini? Dia sudah menikah, Dik!" seru Eka serius.

Bagai ditabrak truk tronton! Hampir saja Dianing pingsan.

"Pantas sudah lama ia tidak berkabar. Pantas! Ternyata ... karena sudah menikah?" rintih batinnya agak memberontak.

"Ya ... kalau begitu, ikhlaskan saja, Dik! Tak bisa lagi kamu berharap banyak padanya! Bama sudah milik orang lain!" tutur Eka melihat Dianing  masih mematung.

***

Waktu berjalan dengan begitu cepat. Beratus-ratus lembar kalender telah disobek dari pautan. Ia tidak pernah bertemu dengan cinta masa remajanya itu. Cinta pertama, cinta monyet yang membahagiakan sekaligus membuatnya patah hati. Ia tak pernah menemukan sosok yang dapat dijadikan teman hidup! Ia masih sendiri!

Dua tahun silam. Di sebuah ruang tunggu rumah sakit swasta terkenal di kotanya, Dianing sedang duduk mengantre. Menunggu antrean obat yang harus ditebus. Persendian pangkal lengan kirinya sedikit kesakitan. Salah tidur! Masih  harus diterapi laser secara rutin sejak bulan lalu. Jatah fisioterapi dilakukannya seminggu dua kali.

Tetiba dari pelantang, didengarnya panggilan obat untuk salah seorang pasien.

"Bapak Bagus Purnama! Alamat ...."

Bagai disambar petir seribu watt, nurani Dianing meronta. Dengan antusias segera ditengok siapa yang hadir untuk mengambil obat itu.

"Semoga ...,"  doanya berkomat-kamit.

Sudah lama ia merindukan sosok itu. Seseorang yang pernah singgah di hati setengah abad silam. Adakah ia masih mengenali? Ataukah hanya kebetulan sama nama saja? Seribu pertanyaan menggelayut mengusik atma.

Dianing bergeming. Dilihatnya seorang pria renta sendirian sambil menggunakan sebuah kursi roda. Dengan kondisi sangat memprihatinkan mengoyak batin.

"Ya, Allah ... apakah aku harus bertanya?" bisiknya.

 Ada suatu perasaan yang mendobrak kesadaran. Ia bertekad mendekati sekadar bertanya berbasa-basi. Memenuhi penasaran yang menggelora.

Setelah selesai mengantre, menerima obat, si bapak segera hendak bergeser. Namun, ia kesulitan memindahkan arah kursi roda yang digunakannya. Dianing menyempatkan diri untuk mendekat, berniat membantu sekalian bertanya-tanya.

"Maaf ... apakah Bapak berasal dari ...."

"I-iyaa. Sa-saya asli Tulungagung ... Anda siapa?" selidiknya canggung.

"Bapak sendiri saja? Tidak dengan keluarga?"

Si pasien hanya menggeleng lesu. Dianing kian penasaran. Kasihan sekali sudah setua ini harus ke rumah sakit sendiri!

"Bapak dari Desa Ketanonkah?" lanjut Dianing dengan netra mulai mengembun.

"I-i-iya ...," jawabnya singkat tampak loyo.

Tetiba tampak ia sangat menderita. Dipegangilah dada kiri dengan tangan kanan. Obat yang baru diambil terserak jatuh. Napasnya mulai sesak.

"Pak ... Pak!" panggil Dianing cukup jelas.

"Suster ... tolong! Ada pasien pingsan!" teriaknya spontan.

***  
Penulis seorang grandma yang masih belajar merajut cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun