Aku dimintanya menjalankan kendaraan dengan gas kecil saja. Namun, tiba-tiba dari arah berlawanan, muncullah sebuah dokar. Karena grogi dan bingung, sepeda kujalankan terlalu ke pinggir. Ah, ternyata aku belum stabil sehingga ban depan sepeda motor pun terperosok masuk ke parit. Ah ha ha ha ... bergulinganlah kami di sawah kering setelah dipanen.
Oh, la la  ... beruntung Om tidak marah. Sebaliknya, Om tertawa terbahak-bahak. Untuk mengangkat sepeda motor yang terperosok, kami mendapat bantuan dari dua orang pencari rumput yang sedang lewat.
Aku tidak boleh jera untuk belajar mengendarai sepeda motor. Om masih sering ke rumah ketika pulang mengajar. Datang ke rumah teman pun masih berlangsung. Akan tetapi, sayang sekali temanku tidak menanggapi keinginan Om.
Beberapa bulan kemudian, ketika aku sudah masuk sekolah pendidikan guru, Om datang sore hari dengan mengajak seorang gadis cantik. Ternyata, Om telah menemukan tambatan hati, putri dari teman guru di sekolahnya.
"Non, mana lebih cantik temanmu atau kekasih Om?" Â tanyanya berbisik kepadaku. Aku hanya tertawa tanpa memberi komentar.
"Dia lebih ramah dan hangat daripada temanmu, bener 'kan? Dia juga mencintai Om!" lanjutnya.
"Kok tahu? Terlalu percaya diri, ya Om?" seruku sambil melotot.
"Enggaklah! Memang dia mencintai Om, kok!" balasnya sengit.
"Tahu dari mana?" Aku menyerbunya.
"Hisss, kamu masih kecil. Pokoknya, adalah. Om tahu persis!" sergahnya.
Sejak Om mempunyai pacar, makin jarang dia ke rumah. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, tiba-tiba Om datang dan meminta agar kakek nenek membeli sepeda motornya.