"Iiiiihh ... ayolah, Mbak! Nanti kutraktir lopis, deh!" rayu Ratih sambil menggelandang lengan Tria.
"Aku ganti baju dulu, ya!"
Tak urung di jalan pun pikiran Tria masih tertuju kepada dompet kosongnya. "Ya, Tuhan ... apa dayaku! Harus bagaimana nanti saat mengumpulkan iuran belanja?" keluhnya dalam hati. Mereka berdua berjalan terus menyusuri jalan yang takpernah dilewatinya. Jalan tikus yang selama ini bukan menjadi jalur mereka.
"Waahh, ... Mbak! Lihat itu tuu... Bagus banget rumah itu!" bisik Ratih sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Tria.
"He... eh ...!"
"Andai kelak suami kita bisa membangunkan rumah seindah itu, ya ... hemmm!" gumam Ratih.
Tria tidak menjawab. Matanya tertuju ke arah sesuatu berjarak dua meter di depannya. Lalu ia injak sesuatu itu, sambil mengatakan kepada Ratih, "Tunggu. Kakiku menginjak sesuatu!"
"Hah, ... duri, ya?" Â teriak Ratih cemas, "Coba, mana kulihat!"
"Nggak, ahh ... biar kuurus sendiri!" jawab Tria kalem.
Tria memeriksa sesuatu yang berada di bawah telapak kakinya, yang sedari tadi sengaja diinjaknya.
"Ya, ... Tuhaaannn ... terima kasih!" soraknya bahagia.