Mereka para gadis yang di samping belajar ilmu keduniawian di kampus, juga bersama-sama menerapkan bagaimana menjadi calon istri yang baik dan bijaksana. Ini semua berkat bimbingan ibu indekos  yang baik hati. Ibu indekos  yang sangat memperhatikan anak-anak indekos  yang semuanya putri.
Seminggu sekali mereka dikumpulkan di ruang khusus, ruang diskusi, untuk dinasihati. Di situ pula jika ada permasalahan bisa dikemukakan dan dibahas bersama. Namun, karena selain introvert juga pemalu, Tria tidak pernah bisa mengemukakan kesulitannya kepada ibu indekosnya.
Hari itu Tria benar-benar kalut. Hutang? Ahh... takpernah terpikirkan! Jika bisa, dia akan menghindari berhutang terlebih kepada temannya sendiri. "Bukankah hutang bisa memutuskan tali silaturahmi?" dia bersenandika.
Akan jujur saja kepada empat sahabatnya skelompok? Ohh, tidak! Jangan sampai aibnya, maksudnya kekurangannya ini diendus oleh teman-temannya! Atau lapor kepada ibu kost? Ahhh... makin pusing!
"Ya, Allah ... jangan sampai seorang pun tahu kesulitanku!" Â Tria pun takhenti berdoa sepanjang hari, sepanjang malam agar Tuhan menolong menyelesaikan masalahnya.
 "Mbak, antar aku ke sekolah calon tempatku penelitian, ya!" rengek Ratih tetiba membuyarkan lamunannya.
"Ehh, ... iya ... iya! Ke mana, naik apa?" jawabnya tergagap.
"Duuu. .. naik apa? Nggak ada jalur, tu Mbak!"
"Emmm ...!"
"Jalan kaki, ya! Sambil jalan-jalan ... refreshing kita!"
"Emmm ...!"