"Ya, apa? Minta minum?"
"Gak ...," dihirupnya napas satu-satu, "Ma ...," dia mengambil napas panjang, "Maa-aaf ...!" lanjutnya dengan wajah pias.
Matanya sayu. Tak tega rasanya melihat penderitaannya.
"Iya, Mama sudah memaafkanmu. Jangan cemas, ya!" dijawabnya dengan anggukan lemah.
"Ma ... titip .... "
"Iya, titip apa?"
Pertanyaanku tak dijawabnya. Tampaknya sangat kelelahan. Beberapa detik kemudian dia pun tertidur. Aku pun melupakan apa itu.
Aku tidak bisa memicingkan mata. Biasanya sebelum pasien baru yang di samping datang, aku masih bisa menyandarkan punggung di bed sebelah. Malam ini tidak bisa lagi. Seorang pasien baru menempatinya. Jadi, Â aku hanya duduk membisu. Hanya hatiku bersenandung memuji Dia Sang Pemberi hidup dan kehidupan.
Saat sekitar jam dua malam, bulu kudukku tetiba  berdiri. Entahlah aku merasa sangat ketakutan. Seperti ada yang datang kepadaku, tetapi entah siapa. Tak kasat mata tapi terasa ada ....
Perasaan yang sangat tidak nyaman. Pasien yang baru datang sore tadi, yang tergolek di ranjang sebelahku, tidak bersuara. Mungkin sedang tidur. Orang yang bertugas menunggunya berada di teras depan ruang. Mungkin juga sedang tidur.
Aku mengarahkan pandanganku ke kiri kanan, bahkan ke atas juga, Â tetapi memang tidak ada sesiapa. Namun, serasa ada sosok yang hadir di tengah kami. Mrinding, asli! Ya, Tuhanku ....
Jam dinding menunjukkan angka tiga. Tiba-tiba mataku terpaku pada tabung oksigen sebesar manusia di depan kananku. Kulihat kepala oksigen yang dipasang tidak bergelembung-gelembung seperti biasanya. Aku bingung sekali. Ada apa! Aku merasa sungguh bodoh! Lalu, kupencet bel pemanggilan perawat.
Saat perawat datang, memeriksa nadi, lubang hidung, mata, lalu menoleh padaku mengatakan dengan serius, "Bu, dia sudah pergi. Sepertinya barusan!"
"Ohh ... !" aku lemas. Dia menghembuskan napas terakhir di depanku, di depan mataku, tetapi aku tidak mengetahui dan tidak pula menyadarinya!