"Jangan digugurkan. Dosa. Dia tidak bersalah. Biarkan dia lahir. Aku tanggung jawab. Akan kunikahi dan kubiayai semua kebutuhanmu," suara juragan kakung.
Yu Mun terisak-isak sambil memukul-mukul dada bidang sang juragan. Tetiba, juragan kakung memperlakukan Yu Mun dengan mesra dan tampak hati-hati. Benar. Karena posisi berdiri,  tampak jelas perut dan dua bukit di dada Yu Mun  tegang menggunung.
 "Bertahun-tahun aku ingin punya anak, Mun. Kini aku berhasil jadi calon ayah. Apa kau tega merusak harapanku?"
"Aku takut," suara parau Yu Mun di sela tangis.
"Besok pagi kita pulang. Kita nikah siri!" tegasnya. "Beri aku waktu untuk berbahagia sebagai calon ayah, Mun!" rengek sang juragan seperti anak kecil  menjatuhkan diri, menggelendot di kaki Yu Mun.
"Ya, Allah!" di luar kamar Minem ikut menangis tanpa diketahui dua insan yang sedang dirundung galau itu.
Kejadian aib yang secara ajaib telah diikutinya slide demi slide!
*** Â
Malam itu, Yu Mun tidak kembali ke kamar, tetapi tetap berada di kamar juragan. Sementara, Minem kembali tak dapat tidur. Dia masih teringat dan terbayang apa yang tadi dilihat. Silhuet  juragan kakung sedang memesrai perut  sang sahabat yang mulai tampak membukit. Kenangan yang selalu datang membayang setiap kala.
Pemandangan yang sebenarnya memalukan sekaligus memilukan. Betapa besar damba sang juragan akan hadirnya seorang anak tampak di sana. Ngeri dan ngilu Minem rasa di sekujur raga. Kalau sudah begini, siapa bisa disalahkan?
Keesokan harinya, Yu Mun jadi pulang diantar juragan kakung. Minem tahu bahwa mereka akan menikah siri, tetapi dia tidak peduli. Tidak pernah dikatakan kepada siapa pun perihal kedua insan, pembantu dan juragan itu berulah. Biarlah semesta berkisah dengan caranya sendiri.