Mereka menyetujui ketika kuberikan nama 'Nugroho Karunianto' kepada bayi mungil yang biasa kupanggil Nugo itu. Jadi, ada Nugi putra kandung kami, dan Nugo putra sulung Mas Dewo. Beruntung sekali, suamiku sangat menyetujui niat baikku untuk mengasuh Nugo walaupun akhirnya kuberitahu bahwa Mas Dewo itulah orang yang sengaja kutinggalkan saat itu. Suamiku yang hatinya luar biasa itu sangat respek dan justru merasa bersyukur karena aku mau menerima dan mengasuhnya sebagaimana anak kandungku! Entah terbuat dari apa hatinya itu sehingga baiknya luar biasa! Dan anehnya lagi, wajah kedua bayi itu sangat mirip seolah dua bayi kembar!Â
Karier Mas Prima pun semakin melejit. Â Dua tahun kemudian, suamiku memperoleh kesempatan berkuliah program magister ke mancanegara yang diprediksi akan berlangsung selama dua tahun. Karena itu, aku dan dua jagoanku yang sudah mulai pandai berceloteh siap hendak mengikutinya. Aku tidak mau kesepian. Aku akan mendampingi suamiku walaupun harus mengurus sendiri dua balitaku di negeri orang. Suamiku pun sangat mendukung keputusanku sebab dengan hadirnya dua balita tersebut pasti akan menjadi penyemangatnya.
Ayah dan ibu yang mengantar kami hingga pintu keberangkatan sempat menitikkan air mata, "Kami akan merindukan kalian!" demikian pula Mas Dewo dan ibunya yang mengantarkan kami pun menciumi pipi jagoan kami dengan mesra.Â
"Doakan kami, ya ... !" bisikku sambil memeluk mereka. Mas Prima yang menggendong Nugo dan aku menggendong Nugi segera meninggalkan mereka.Â
"Sampai ketemu dua tahun mendatang. Semoga Mas Dewo sudah beroleh istri, ya!" kataku sambil berjalan meninggalkan mereka. Dua balita kami pun berceloteh riuh mengangkat tangan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H