"Siap, Bu!"
***Â
Sekitar dua minggu kemudian, Ayah dipanggil ke sekolah Mas Bayu. Bahkan, dijemput petugas agar mempermudah transportasi dan mempercepat kehadiran. Ibu yang sedang berada di tempat kerja pun dijemput.
Setelah dari sekolah, Ayah dan Ibu diantar pulang ke rumah. Ibu sudah izin tidak kembali ke tempat kerja. Ayah pun katanya tukar sift dengan temannya. Untunglah aku sudah selesai menjajakan daganganku sehingga sudah berada di rumah pula.
"Fem, sini sebentar!" panggil Ayah lumayan lantang.
"Ya, Ayah. Ada apa?"
"Maafkan, Ayah! Selama ini kamu menjadi sansak hidup, padahal belum tentu kamu bersalah!" kata Ayah langsung merengkuh kepalaku dan mengelusnya.
"Maafkan Ibu juga ya, Nak! Kami hanya berpikir tentang sulitnya mencari rezeki, sampai melupakan bahwa kalian pun memerlukan perhatian kami!"
Ayah dan Ibu masing-masing bergantian memelukku. Aku cukup heran, apa yang menyebabkan kedua orang tuaku berubah drastis, ya?"
"Bayu terlibat geng anak-anak nakal, bahkan sudah coba-coba menggunakan narkoba. Sekarang kasusnya sedang ditangani oleh pihak berwenang!" kata Ayah lirih sekali.
"Maafkan Bayu, Nak. Kamu menjadi sasaran kemarahan Ayah karena berada di rumah saat itu. Padahal, semua ulah Bayu," lanjut Ibu tak kalah pelan.