Jika kurang puas dengan penjelasan yang diperoleh, bisa bertanya kepada ahlinya.
Di media sosial banyak tokoh dan pakar berbagai bidang yang aktif berinteraksi langsung dengan masyarakat dan telaten melayani tanya jawab.
Ah serius amat??? Ini masalah  sepele.  Toh isi berita juga tidak terlalu berbahaya.Â
Jika pun ternyata salah, tidak menimbulkan kerugian atau menelan korban jiwa. Â Akankah begitu seterusnya?
No, tidak. Sudah saatnya kita perbaiki pola pikir dan cara kita ber- WA ( media sosial lain).
Monggo  luaskan perhatian bukan hanya pada materi,  tetapi kepada kebiasaan  kurang baik : terima langsung sebarkan, telan langsung kabarkan.Â
Tanpa ada upaya menahan diri: mencerna isi pesan, melihat kredibilitas sumber,  akurasi data  fakta dsb.
Jika pola lama  ber WA tetap dibiarkan, saya khawatir akan ada pihak - pihak yang memanfaatkan kecerobohan ini untuk memperalat puluhan juta pengguna WA di tanah air. Menjadikan kita penyebar berita bohong, provokator, pemfitnah dan tindakan negatif lain.Â
Tanpa sadar kita menjadi pelaku. Lalu Siapakah korbannya ?? Â Ya kita-kita juga...Â
Maman Suherman, atau Kang Maman, notulen dalam acara ILK Trans7, memberikan resep agar tidak terjebak penyebaran berita bohong. Kata kuncinya disiplin verifikasi dan melewati tiga saringan ketat: apakah BENAR apakah BAIK apakah BERMANFAAT, SEBELUM DISEBARKAN.[4]
Ayo jadi lampu merah, penghenti penyebaran berita bohong. Saya setuju dengan Lim Sun Sun, Â Ingin menghentikan kabar bohong? Jangan ikut menyebarkan. Â