Mohon tunggu...
NikenDe
NikenDe Mohon Tunggu... Guru - Vinsensia Niken Devi Intan Sari

Lahir di sebuah desa yang terletak ditengah hutan jati. Desa tersebut berada di wilayah kabupaten Banyuwangi. Daerah yang terlanjur terkenal kembali dengan sebutan Desa Penari. Niken kecil hidup diantara orang tua yang berprofesi sebagai guru. Guru jaman OLD. Dengan segala kekurangannya, namun tetap dan terus mensyukuri dan menyemangati anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dengan satu semboyan Ajaib dari mereka bahwa "Pasti ada jalan jika itu untuk biaya pendidikan." That is TRUE. Benarlah adanya. Kami, anak-anak guru SD di sebuah desa kecil tersebut mampu melanjutkan sekolah sampai lulus Sarjana. Mimpi Bapak Ibu terkabul. Hobi menulis menjadi sebuah kegiatan yang selalu memhadirkan CANDU. Menekuninya menghadirkan kegembiraan tersendiri. Semoga menjadikan manfaat bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karma

23 Oktober 2019   11:45 Diperbarui: 23 Oktober 2019   12:11 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ratu... bapakmu?" tanyaku pada mbarepku.

"Lintang, Langit ...." Kupanggil satu persatu buah hati kami. Dan kami menangis bersama. Kupeluk mereka bertiga. Tak pernah kubayangkan akan berujung begini.

Terdengar pintu kamar diketuk seseorang. Dani dan istrinya masuk ke dalam kamar. Wajah sembab mereka membuatku kembali tersedu.

"Mbak Wik, mau lihat mas Heri." Kata Dani.

Istri Dani memapahku, anak-anakku mengikuti kami. Mataku menangkap beberapa teman kami, beberapa teman suamiku, saudara-saudaranya. Mereka menatap kami. Beberapa teman suamiku yang aku kenal segera mendekat dan memelukku. Mereka mencoba menenangkanku. Meskipun mereka juga tahu itu akan sia-sia.

Di ruang tengah terbujur 2 orang. Satu suamiku. Satunya lagi tampaknya seorang anak. Entah siapa.

"Ratu, Lintang, Langit, yuk berdoa untuk Bapak. Maafkan Bapak ya. Biar Bapak damai di surga!"

Kutatap wajah beku itu. Pucat pasi. Mas Heri, lelaki yang 20 tahu lalu kupilih untuk menjadi pasangan hidupku. Lelaki yang telah memberiku 3 orang gadis yang teramat hebat. Lelaki yang telah dengan sabar menapaki hidup rumah tangga kami. Tak putus asa berusaha membangun rumah tangga. Mengumpulkan sedikit demi sedikit. Membuatkan kami rumah yang nyaman dan menyenangkan. Memberikan kebebasan kepadaku untuk ikut bekerja.

Kami sedang menikmati buah atas kerja keras kami. Anak-anak mulai remaja. Semua sudah tertata ketika prahara itu datang. Suamiku tergoda seorang perempuan muda. Ketika posisi dan jabatan penting disandangnya, ternyata dia tak bisa menahan untuk tetap setia. Alasan-alasan gak masuk akal bermunculan. Aku menangis mendengar pengakuan jujurnya.

Segala cara sudah kulakukan untuk bertahan, namun dia tidak bergeming. Bahkan dia gugat pernikahan kami. Selama 3 bulan aku wara wiri ke Pengadilan Negara. Tak berhasil menahannya untuk menyerah dan kembali menata semuanya. Mas Heri naik banding bahkan sampai ke MK namun tetap, gagal.

Air meleleh lagi membasahi pipiku. Aku menatap bocah kecil yang terbaring di sebelah suamiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun