Mohon tunggu...
Nia Afriana
Nia Afriana Mohon Tunggu... Lainnya - Temukan bahagiamu dengan berbagi dan mensyukuri apa yg dimiliki.

Seorang Ibu yg tak pernah berhenti belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Dukungan Aspek Psikososial yang Dibutuhkan Lansia

27 Mei 2022   16:38 Diperbarui: 28 Mei 2022   04:39 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merawat lansia (Sumber: shutterstock)

Merawat lansia bukanlah perkara mudah, banyak aspek yang harus diperhatikan agar lansia bisa hidup bahagia. Aspek psikososial adalah salah satunya. 

Menjadi tua adalah sesuatu yang alamiah. Setiap orang suatu saat akan mengalaminya. Banyak perubahan yang akan dialami seseorang pada saat dia mencapai usia lanjut, mulai dari perubahan kognitif (daya ingat, IQ, kemampuan belajar, pemecahan masalah, pengambil keputusan, kebijaksanaan, dan lain sebagainya), perubahan mental, perubahan spiritual, dan yang paling sangat terlihat adalah perubahan fisik. 

Seseorang yang dulunya berbadan sehat dan kuat tiba-tiba berubah menjadi lemah. Kulit sudah tidak kencang lagi, kemampuan panca indera menurun, otot sudah mengendor, organ-organ tubuhnya mulai menurun fungsinya. 

Kemampuan mobilisasi pun menjadi berkurang. Perubahan fisik tersebut jika tidak diterima dengan hati yang lapang seringkali membuat seseorang merasa tertekan secara psikis. 

Selain perubahan fisik, perubahan psikososial juga sangat mempengaruhi kehidupan lansia. Di antaranya ialah rasa duka cita (bereavement), depresi, gangguan kecemasan, parafrenia (suatu gangguan kejiwaan pada lansia) dan rasa kesepian. 

Rasa kesepian ini bukan hanya disebabkan karena lansia jauh dari keluarganya, bisa jadi dia tinggal bersama dengan keluarga besarnya tapi rasa kesepian ini salah satunya disebabkan jarak komunikasi antar anggota keluarga. 

Lansia yang sudah berusia lanjut seringkali tidak nyambung pembicaraannya dengan anggota keluarga yang lebih muda, dengan cucu misalnya. 

Komunikasi yang kurang nyambung ini menyebabkan lansia merasa terisolir dan terabaikan. Perasaan inilah yang menyebabkan Lansia merasa kesepian dan tertekan.

Selain kebutuhan fisik berupa asupan gizi yang cukup, lansia juga sangat membutuhkan dukungan psikososial dari orang terdekat di sekelilingnya.

Dukungan psikososial sangat diperlukan agar lansia dapat mengatasi tekanan psikisnya akibat dari perubahan-perubahan yang dialaminya sehingga dapat melewati hari-harinya dengan bahagia. 

Kurangnya dukungan psikososial dapat memperparah tekanan psikis lansia. Lansia yang kurang mendapatkan dukungan psikososial akan merasa kesepian, sedih berkepanjangan, atau bahkan tidak mempunyai semangat untuk hidup.

Apa yang dapat dilakukan jika ada seorang lansia yang tinggal serumah dengan kita? Misalnya orang tua kita, atau kalau pun tidak serumah, tetapi ada dalam pengawasan kita? Apalagi jika orangtua kita sudah sakit-sakitan dan berkurang kemampuan mobilitasnya. 

Berdasarkan pengalaman penulis mendampingi orangtua dan juga kunjungan penulis ke sebuah Graha Werdha, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan agar lansia dapat menjalani hari-harinya dengan bahagia meskipun dengan keterbatasan yang dimilikinya yaitu:

PERTAMA, BERIKAN SENTUHAN DAN LIHAT KEAJAIBANNYA

Belasan tahun silam dalam kamar yang luas di sebuah Graha Werdha di wilayah Jakarta Selatan, terbaring lemah seorang wanita tua berusia 83 tahun. 

Saat saya memasuki kamarnya, tampak Oma Jo, begitu beliau biasa dipanggil sedang termenung sendiri dengan posisi tidur miring ke arah jendela, pandangannya menerawang jauh ke luar jendela. 

Tangannya yang kurus dan pucat memeluk erat bantal guling, seolah sedang mencari perlindungan di sana. 

Saya tidak mengenalnya, karena kunjungan saya dalam rangka melaksanakan tugas dari dosen saya untuk mata kuliah kesehatan reproduksi lansia. 

Saat saya mendekati dan menyapanya, tidak ada perubahan ekspresi sedikit pun. Menurut petugas, Oma Jo sudah seperti itu sejak beberapa tahun belakangan ini. Tidak bergairah, lemas, dan cenderung apatis. Mungkin kesepian, atau bisa juga depresi, karena dalam keadaan lemah tak berdaya beliau jauh dari keluarga dan anak-anaknya. 

Anaknya dua orang, keduanya tinggal di luar negeri. Karena di rumah tinggal sendirian (suaminya telah berpulang), akhirnya beliau minta agar ditempatkan saja di Graha Werdha ini. 

Dengan alasan di Graha Werdha ini banyak teman dan juga ada perawat dan dokter yang selalu memantau kondisi kesehatannya.

Dengan sedikit ragu, saya sentuh tangannya, terasa sangat dingin, lalu saya dekatkan wajah saya, berusaha untuk melakukan kontak mata. 

Saya lega, karena dia merespon dengan memberikan senyumnya. Kemudian saya berusaha membangun komunikasi dengan bercerita tentang hal-hal yang menyenangkan.

Tangannya tetap saya genggam, sesekali saya belai dengan lembut. Tangannya yang semula sangat dingin perlahan mulai terasa hangat.  

Jujur saja, saya merasa trenyuh melihat kondisinya. Lemah dan kesepian, suatu perpaduan yang sempurna untuk membuat seseorang menuju pada kondisi depresi. Saya jadi ingat Ibu saya yang saat itu tinggal jauh dari saya.

Setelah kurang lebih lima belas menit saya berusaha membangun komunikasi. Di luar ekspetasi, tiba-tiba Oma Jo minta dibantu untuk bangun lalu mengajak saya untuk duduk di sofa di ruangan tengah.

Perawat yang mendampingi saya, terkejut dan takjub. Setengah tak percaya, perawat itu membantu Oma Jo untuk duduk di sofa. 

Kemudian kami duduk dengan posisi yang berdekatan, saya berusaha untuk membicarakan hal-hal yang menyenangkan saja, kadang saya selipkan cerita-cerita lucu. 

Perlahan, Oma Jo mulai membuka diri, mulai bercerita tentang masa mudanya, masa jayanya, juga tidak ketinggalan kisah cintanya.

Sorot matanya mulai bercahaya, seperti ada kehidupan baru. Kami seperti sahabat lama yang baru bertemu kembali. Begitu akrab, tertawa bersama, bercerita segala rupa, mengalir begitu saja. 

Sepanjang percakapan saya banyak memeluk dan mengelusnya. Sungguh, saya tulus melakukannya.

Penulis dan kakaknya kakek yang berusia 98 tahun (Dokumentasi pribadi)
Penulis dan kakaknya kakek yang berusia 98 tahun (Dokumentasi pribadi)
Sayang sekali, kami dipisahkan oleh waktu. Setelah hampir satu jam berjumpa, akhirnya saya harus berpamitan. Berat rasanya meninggalkan beliau. 

Dan dengan sangat menyesal saya juga tidak bisa berjanji untuk mengunjungi beliau lebih sering seperti yang dimintanya. 

Saat berpisah, beliau memeluk saya dengan erat, menciumi saya serta berbisik, “Terima kasih atas kunjungannya nak.”

Kejadian itu terus melekat di benak saya, takjub rasanya, betapa ajaibnya sebuah sentuhan. Sentuhan membuat seseorang merasa diterima, merasa disayang dan merasa dicintai. 

Perasaan dicintai ini memberikan energi positif bagi tubuh. Sehingga tubuh mengeluarkan hormon endorfin, hormon kebahagiaan yang membuat tubuh menjadi lebih sehat.

Sebenarnya teknik sentuhan (healing touch) sudah diajarkan Rasullullah sejak ribuan tahun silam. 

Baginda Rasullullah biasa melakukan healing touch dibarengi dengan doa bagi para sahabatnya ketika ada yang sakit. 

Seperti yang diriwayatkan Aisyah R.A. berkata, “Rasullullah Shallallahu’alaihi Wassalam, apabila ada orang sakit di antara kami, beliau menyentuhnya dengan tangannya kemudia berdoa, “Hilangkahlah sakit, Wahai Tuhan manusia, dan sembuhkanlah, Engkaulah Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari Mu, kesembuhan tanpa meninggalkan rasa sakit”. (HR Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan studi ilmiah, seorang psikolog perkembangan sekaligus pendiri Touch Research Institutes di Washington, D.C, Tiffany Field, Ph.D menjelaskan bahwa sentuhan fisik memiliki efek positif terhadap kesehatan fisik dan psikologis (Dess, 2000). Terlebih pada seorang lansia. 

Jadi jika di rumah kita terdapat lansia, apakah dia orang tua kita, nenek atau siapapun dia, berikanlah sentuhan sebanyak-banyaknya. 

Memeluknya, mengusap lengannya, mengusap punggungnya, merangkulnya agar dia merasa dicintai dan akhirnya bisa hidup bahagia.

KEDUA, BANGUN KOMUNIKASI POSITIF

Salah satu kemunduran yang biasanya dialami lansia selain masalah fisik adalah kemampuan berkomunikasi. 

Berkurangnya kemampuan berkomunikasi bisa saja disebabkan karena terjadinya gangguan pada fungsi pendengaran, atau gangguan kognitif. 

Komunikasi yang tidak efektif pada lansia, sering kali membuat lansia frustasi dan merasa diabaikan. Padahal komunikasi merupakan jembatan agar dapat saling memahami.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan saat berkomunikasi dengan lansia: pertama, adalah karakteristik lansia tersebut. Ada lansia yang sangat penyabar, terbuka, dan periang. Ada juga lansia yang cenderung emosional, mudah tersinggung dan sangat sensitif. Jadi perhatikan faktor karakteristik ini. 

Berkomunikasi dengan lansia dengan karakter penyabar tentu berbeda dengan lansia yang memiliki karakter emosional.

Kedua, faktor non verbal seperti bahasa tubuh, kontak mata, perilaku, ekspresi wajah dan sentuhan. Lakukan kontak mata dan berikan sentuhan pada saat berkomunikasi dengan lansia. Tatap matanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, usap-usap punggungnya atau lengannya. 

Volume suara sesuaikan dengan kemampuan mendengar dari lansia tersebut. Jika pendengarannya sudah mulai terganggu, volume suara bisa dinaikkan tapi yang perlu ditekankan adalah nada suara tetap harus lembut.

Objek pembicaraan juga harus diperhatikan. Bicarakan objek yang menyenangkan bagi lansia. Jangan paksakan pembicaraan yang tidak disukainya. 

Pengalaman saya dengan ibu saya, ibu saya cenderung menyukai obrolan tentang masa lalunya saat beliau masih sekolah, tentang kehidupan keluarga besarnya, tentang lagu-lagu favoritnya. 

Dia masih hafal dan masih bisa menyanyikan dengan baik lagu-lagu kesukaannya. Seperti lagu My Way (Frank Sinatra) dan Pretend  (Nat King Cole). 

Dengan  komunikasi yang positif dan intens, diharapkan akan meningkatkan rasa aman, nyaman dan rasa dicintai pada lansia.

KETIGA, AJAK KENCAN BERDUA

Perhatian penuh adalah kebutuhan lansia yang tidak boleh diabaikan. Semakin tua seseorang, kebutuhan akan perhatian akan semakin besar. 

Lansia akan merasa terasing dan diabaikan jika orang-orang sekelilingnya kurang perhatian terhadapnya. Kesibukan seringkali membuat kita tidak bisa memberikan perhatian penuh pada orangtua.

Untuk mengatasi hal tersebut, sediakan waktu khusus secara rutin untuk mengajak lansia kencan berdua. Hanya berdua, sehingga perhatian kita terpusat hanya pada dirinya. Dua pekan sekali atau sepekan sekali, ajak orangtua kita pergi berdua. 

Pilih tempat yang disukainya sesuai minatnya. Ibu saya suka tanaman, jadi dia akan senang sekali jika diajak ke tempat penjual tanaman hias dan setelah itu kami akan makan siang berdua di tempat favorit kami, kemudian mengobrol panjang lebar. 

Kelihatannya sepele, tapi percayalah kegiatan itu akan sangat disukai orangtua kita dan membuatnya bahagia. Saat orangtua bahagia, maka penyakit akan menjauh darinya. 

KEEMPAT, BERIKAN KESEMPATAN UNTUK BERINTERAKSI DENGAN SEBAYA

Tidak dapat dipungkiri, kesenjangan usia juga merupakan salah satu kendala berkomunikasi dengan lansia. 

Lansia sering “tidak nyambung” jika ngobrol dengan anggota keluarga yang jauh usianya. Sehingga lansia merasa terisolasi di rumahnya sendiri, meskipun dia di kelilingi anak dan cucunya sendiri.

Keluarga dapat memberikan dukungan pada lansia, dengan mengajaknya berkunjung ke rumah kerabat yang seumuran, atau berkumpul dengan teman sebayanya. 

Momen seperti arisan keluarga atau halal bi halal merupakan momen yang sangat baik untuk lansia, jangan dilewatkan. 

Sebagai contoh, ibu saya, saat lebaran telah usai karena ditinggal kembali anak-anaknya tampak kurang bersemangat, lesu dan banyak keluhan kesehatan. 

Saya agak khawatir dengan kesehatannya. Bersyukur tidak berapa lama ada acara Halal bi halal keluarga besar kami. Kemudian, saya ajak menghadiri acara tersebut. 

Meskipun awalnya menolak dengan alasan kesehatannya, tetapi setelah dibujuk akhirnya mau. Dan apa yang terjadi kemudian saat acara halal bi halal adalah sangat melegakan, karena Ibu saya terlihat sangat bersemangat, banyak tersenyum dan kelihatan bahagia. 

Dari pengalaman tersebut dapat disimpulkan bahwa berkumpul dengan teman sebaya atau dengan kerabat yang seusianya, dapat meningkatkan semangat untuk terus hidup sehat dan bahagia. 

Mereka bisa “nyambung” saat berkomunikasi, mereka juga melakukan aktivitas yang mereka sukai bersama. Sekedar mengobrol, olahraga ringan, atau melakukan hobi bersama. 

Kegiatan ini dapat merangsang fungsi otak lansia agar terus berfungsi dengan baik dan juga dapat meningkatkan hormon kebahagiaan, sehingga lansia dapat terus hidup aktif, sehat dan bahagia. ***

Bogor, Mei 2022

Ditulis dalam rangka menyambut Hari Lansia Nasional

Semoga Bermanfaat.

Salam,
Nia Afriana

Bahan Bacaan 

  1. Dess, N.K. (2000). Studies Give New Meaning to Hand-on Healing. Psychology Today, March/April.
  2. Winston Craig, MPH, PhD, RD. Terapi Sentuhan : Sentuhan manusia memiliki khasiat menyembuhkan diterjemahkan oleh Satyawira Aryawan Deng Referensi : http://www.vegetarian-nutrition.info/nuggets/touch-therapy.php

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun