Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Luka Tak Berdarah

27 Maret 2024   21:53 Diperbarui: 27 Maret 2024   22:02 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Fhoto bing image kreator digital Ai

"Walaikumssalam... siapa ya?"

"Nek... apa kabar? Saya Rahma, Nek," ucapku seraya mendekati dan meraih tangan yang sejak tadi berada di pangkuannya.

"Oh... Bu, Guru... silahkan duduk Bu," ujarnya seraya tersenyum. Tanpa bergeser dari tempat duduknya. Penglihatan yang mulai memudar membuat pergerakannya menjadi terbatas.

"Maaf, Nek... saya baru sempat menjenguk Nenek sekarang," ujarku berbasa-basi sambil menyerahkan kantong bingkisan yang kubawa.

Sumber Fhoto bing image kreator digital Ai
Sumber Fhoto bing image kreator digital Ai

Senyum terukir di sudut bibir kerutnya. Ucapan terimaksaih dan doa pun terucap. Nenek Daimah lantas mengambil kantong yang baru saja kuberikan memindahkannya ke atas pangkuan.

"Nek... simpan di sini saja, ini terlalu berat untuk di pangku," ucapku sambil berusaha memindahkan kembali kantong belanjaan tersebut dari tangannya.

"Tidak apa, Bu guru... Ibu mau potret saya, kan?" aku tersentak mendengar jawabannya. Ada geleyer rasa yang sulit kuartikan, menyelinap dalam ruang batinku.

Kupandang wajah wanita paruh abad di hadapanku. Sudah terlalu banyak orang yang menyakiti perasaannya. Meski mereka memberikan sebagian rejeki untuknya.

Mataku menghangat melihat senyum tulus yang selalu terukir sepanjang menerimaku di gubuknya ini.

"Nek... saya tdak membawa kamera mau pun ponsel. Bagaimana bisa saya memotret Nenek?" ucapku sedikit berbohong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun