"Sejak kemarin banyak orang-orang yang datang kesini. Mereka selalu meminta saya untuk memegang bingkisan yang mereka bawa dan memotret saya, seperti artis saja," ucapnya seraya terkekeh.
Ada luka yang tak berdarah di balik kelakarnya. Meski ia tidak mengerti media sosial. Meski ia bukan orang yan faham tekhnologi. Tapi aku yakin ia tau maksud dan tujuan dari perbuatan orang-orang yang berbuat baik terhadapnya. Karena ia adalah mahluk yang memiliki rasa.
Entah apa yang ada dalam persaannya jika saja dia tau saat ini fhotonya sudah terpampang di semua medsos. Dengan membawa sekantong bingkisan.
Kualihkan pembicaraan dengan menawarkan diri untuk membantunya membawa kardus-kardus pemberian para tamu tadi. Dengan senang hati ia menerima bantuanku.
"Bu guru... sepertinya bingkisan-bingkisan itu terlalu banyak untuk saya, apa Ibu bisa membantu saya memberikannya kepada orang lain yang sama-sama membutuhkan?"
Kembali kupandang wajah renta. Ketulusan ucapan terpancar lewat binar matanya. Seorang yang miskin papa, masih memikirkan orang lain, tidak ada ketamakan dan kerakusan dalam jiwanya.
"Ini semua barang yang di butuhkan, Nenek. Kenapa harus di bagikan?"
Nenek Daimah menggeleng pelan. "Saya memang sangat membutuhkan, tapi tidak sebanyak ini."
"Nenek, baik sekali.... Semoga Allah memeberikan umur yang panjang," ucapku.
"Jangan.... Jangan doakan saya berumur panjang, saya sudah terlalu lama hidup, kalau saya hidup lebih lama lagi akan menyusahkan banyak orang."
Nenek Daimah memang bukan asli penduduk kampung ini. ia datang bersama satu orang cucu laki-lakinya beberapa tahun silam. Namun sang cucu pergi meninggalkan untuk selama-lamanya. Lantaran di hakimi masa karena tertangkap tangan sedang mencuri di salah satu rumah tetangga.