Suasana Ramadhan sudah terasa. Meski puasa belum terlaksana. Sidang isbat pun belum lagi menggema.
Beberapa orang mulai bertandang di gubuk tua ujung jalan. Hunian Nenek renta yang hidup sebatang kara. Rantang berisikan nasi besrta lauk pauk dari tetangga. Diterimanya dengan bahagia dan haru. Rinai air bening menetes di ceruk mata yang sudah tidak lagi dapat melihat dengan sempurna.
Aku salah satu dari mereka yang turut memberikan perhatian. Perhatian yang hanya ia terima setahun sekali.
Kakiku melagkah pelan. Dengan tentengan gudibag berisikan sembako. Untuk kebutuhan dan bekal sang Nenek menjalani ramadhan. Meksi mungkin hanya cukup untuk beberapa hari kedepan.
Sebelum aku memasuki pekarangan rumahnya yang sedikit tidak terawat. Usianya yang renta membuatnya tidak lagi memilki banyak tenaga untuk membabat rumput sekitar pekarangan gubuk tuanya.
Ada pemandangan haru sekaligus janggal di mataku. Sekelompok orang sedang memberinya beberapa sembako dan makanan ringan. Di arahkannya si Nenek untuk memegang apa yang mereka berikan.
Lalu mereka mengabadikannya dengan kamera ponsel. Untuk apa? Mungkin sesaat lagi kita akan melihat fhoto sang Nenek di beberapa media sosial. Dengan barang-barang pemberian orang-orang yang dia anggap baik.
Kuhentikan langkah. Duduk sebentar di bangku bambu, di bawah pohon Kersan yang biasa di sebut pohon Seri dengan warga sekitar. Seraya memperhatikan para tamu yang masih melakukan sesi fhoto bersama Nenek pemilik gubuk.
Sekitar 30 menit lamanya. Mereka semua meninggalkan gubuk itu. Tanpa peduli dengan cara apa Nenek tersebut memindahkan beberapa kardus ke dalam rumahnya.
"Assalamualaikum," ucapan salamku membuatnya menoleh, berusaha menajamkan penglihatannya.