"Si Bibi ngetuk pintu, manggil-manggil, menyuruh aku untuk makan. Aku keluar dari kamar dengan isi kepala yang mulai dikacaukan oleh pikiran tentang omongan Dilan di angkot itu:
"Milea, kamu cantik. Tapi aku belum mencintaimu. Enggak tau kalau sore. Tunggu aja."
Kata-kata aneh yang terus nempel di kepalaku sampai malam harinya dan berhasil membuat aku ketawa sendirian di kamar...." (Hal. 37 PDF)
      Perjuangan Dilan untuk mendekati Milea tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bukan lagi banyak saingan, sarana komunikasi menjadi salah satu penghalang bagi Dilan. Pada tahun 1990, handphone belum banyak dikenal. Sehingga tidak seperti jaman sekarang, dimana remaja dapat dengan mudah mengirimkan pesan cinta pada yang dicintai kapan saja, Dilan harus menggunakan telepon rumah maupun telepon umum untuk menghubungi Milea.
"Selesai gosok gigi, pas akum au kembali ke kamar, telepon rumahku berdering. Aku lebih dekat ke tempat telepon, sehingga aku yang ngangkat dan itu adalah telepon dari Dilan, buatku, untuk pertama kalinya.
...
"Di mana?" kutanya.
"Siapa?" dia nanya.
"Kamu."
"Kamu?"
"Dilan," jawabku
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!