Mohon tunggu...
Natasha Nurdin
Natasha Nurdin Mohon Tunggu... Freelance -

Pemimpi yang cinta damai. Blog: natashanurdin.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelangi

11 September 2016   12:49 Diperbarui: 11 September 2016   12:57 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://psyentificnonsense.wordpress.com/2013/01/21/rainbow-in-the-rain/

Kulihat rak sepatu di depan. Tidak ada sepatu ataupun sendal Bas yang biasanya berserakan. Kulihat gantungan pakaian. Tidak ada jaket, dasi, ataupun baju dan celana Bas yang biasa menggantung disana. Hanya ada jaketku saja. Kulihat meja riasku. Tidak ada botol parfum, lotion, ataupun alat cukur Bas. Segera kubuka lemari pakaian. Hanya ada baju-bajuku saja disana yang tertata rapi. Tidak ada lagi baju-baju Bas yang biasanya bertumpuk memenuhi lemari.

Aku terkejut, bagai tersambar petir. Aku duduk tertegun di sofa. Bas tidak disini lagi dan tidak akan pernah kembali. Dia telah pergi, meninggalkan aku dan segala kenangan kami yang dulu pernah ada. Segala kenangan indah, segala kenangan bahagia. Pelupukku mulai penuh oleh air mata dan aku tak mampu lagi menahan derasnya. Tangisku pecah. Aku menangis dan meraung sejadi-jadinya. Mengutuk Bhaskara dan Varisha yang telah menghancurkan hidupku, mematahkan hatiku hingga berkeping-keping. Malam itu, aku terus menerus menangis hingga jatuh tertidur.

Aku terbangun di sofa dan mataku masih basah karena terus menangis hingga tertidur. Kulihat jam di dinding. Pukul dua dini hari. Aku belum ganti baju. Aku berjalan ke kamar mandi, mengganti baju dan mencuci muka. Kubasuh wajahku di wastafel dan bercermin. Mataku sembab dan bengkak. Aku terlalu banyak menangis. Keluar dari kamar mandi, aku membaringkan tubuh di atas kasur. Wangi khas Bas masih tercium disini. Tapi untuk sekarang dan seterusnya, aku harus membiasakan diriku tanpa kehadiran Bas. Aku bangun dan menarik seprai. Aku tidak mau segala hal tentang Bas yang dulu pernah ada terasa disini. Dengan marah aku mengacak kasur dan bantal. Sambil terus menarik seprai, aku menemukan secarik kertas yang terselip di sela tempat tidur. Aku mengambil kertas itu dan ternyata, surat dari Bas. Aku membacanya.

Dear Iris, Pelangi Hidupku,

Maaf, maaf, dan maaf. Aku tahu, seribu ucapan maaf takkan cukup agar kamu bisa memaafkanku. Aku telah melakukan kesalahan, kebodohan yang membuatmu hancur dan terluka. Aku tidak tahu, kenapa aku bisa melakukan hal ini. Bagimu cinta adalah hal yang suci dan sakral. Tidak boleh ternoda sedikitpun. Tapi aku telah menodai cinta kita.

Kamu hadir dalam hidupku, memberikan warna yang berbeda di diriku. Kamu bagaikan pelangi yang muncul setelah hujan turun. Kamu memberi arti dalam hidupku, membuatku belajar tentang arti cinta yang sesungguhnya. Tapi aku begitu keras hati, tak bisa menerima cintamu seutuhnya. Mungkin aku belum pantas menjadi labuhan hatimu.

Verisha datang seperti hujan yang membasahi ladang dan aku tak mampu menolak kehadirannya. Aku tak ingin melepasmu, tapi aku juga tak ingin melepas Verisha. Aku bingung dan bimbang. Aku tak ingin melukai siapa-siapa. Bukan dirimu, bukan juga Verisha. Tapi aku sadar. Aku harus memilih dan setiap pilihan mempunyai sebuah konsekuensi: akan ada yang terluka. Maka aku memilih untuk melepaskan Verisha, dan juga melepasmu, Iris. Biarlah kita semua terluka.

Sejujurnya, aku masih ingin bersamamu. Tapi aku tidak bisa. Aku telah menyakitimu. Jika kita memaksakan untuk kembali bersama saat ini, semua memori yang menyakitkan itu pasti tak akan pernah terlupa seumur hidupmu dan akan terus menjadi duri dalam hubungan kita. Untuk saat ini, biarlah kita berjalan sendirian, di jalan kita masing-masing. Jika kita memang ditakdirkan untuk bersama, kita pasti akan terus bersama. Aku akan berusaha untuk memperbaiki diriku yang penuh nista ini. Begitu juga dirimu, Sayang. Kamu harus mengejar semua mimpi-mimpimu dan selalu menjadi pelangi yang mewarnai kehidupan orang-orang di sekitarmu.

Aku berharap dan berdoa, semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu dan bersatu. Aku dengan diriku yang baru dan kamu dengan dirimu yang baru. Jangan sakiti dirimu, Iris. Untuk saat ini, melepaskan adalah jawaban yang terbaik bagi kita. Semoga kamu selalu bahagia, Iris-ku.

Salam Cinta,

Bhaskara Haradika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun