“Ya, umm.. dia... dia....”, Bas tergagap.
“Udah deh Bas. Pantesan beberapa hari ini aku lihat ada yang aneh dari kamu. Ternyata kamu selingkuh sama wanita ini?! Siapa namanya? Sha? Vesha? Kamu kejam Bas. Kamu...”
“Verisha, mbak Iris. Nama saya Verisha. Aduh, harusnya Mbak ngaca dong. Liat penampilan Mbak, uwel-uwelan gitu. Mana betah Bas sama cewek macam Mbak”, wanita yang bernama Verisha, menyelaku.
Aku tidak menjawabnya. Segera kujambak rambutnya dan mengusirnya keluar dari apartemen kami. Bas sempat mencegahku, tapi urung karena takut melihat api kemarahan di mataku. Bas hanya terdiam. Rencana kejutan ulang tahunku akhirnya gagal total. Tidak ada yang bahagia hari ini. Aku langsung membuang kue ulang tahunnya ke tong sampah dan melempar kado-kado yang rencananya akan kuberikan pada Bas.
Malam itu, yang harusnya menjadi malam yang menyenangkan, berakhir dengan menyakitkan. Aku harus menerima kenyataan bahwa Bas bukanlah sosok lelaki sempurna yang dulu pernah dan terus aku bayangkan. Semua kata cinta yang diucapkan di bibirnya hanyalah kepalsuan belaka. Aku duduk terdiam di sofa. Bas memelukku dari belakang. Aku tak bergeming. Biasanya pelukan ini terasa hangat dan menggetarkan hati. Tapi malam ini, pelukan itu terasa beku.
“Sayang, aku minta maaf sama kamu. Aku tahu aku salah. Kamu udah berusaha keras buat ngebahagiain aku hari ini, tapi aku malah mengacaukannya”, Bas mengucapkan penyesalannya.
Aku masih diam, menatap kumpulan awan yang menari-nari di luar jendela. Sebentar lagi air hujan akan tumpah membasahi tanah, pikirku. Tak terasa, air mata juga meleleh di pipiku. Bas menyeka pipiku yang basah.
“Iris sayang, jangan diemin aku kayak gini dong. Ngomong sesuatu. Marahin aku. Maki-maki aku. Aku pantas nerima sumpah serapah dari kamu. Aku yang salah. Aku yang bodoh. Aku minta maaf, Sayang”, Bas masih berusaha untuk membujukku.
Aku lepaskan pelukannya dan segera menuju tempat tidur. Dalam tangis, aku memejamkan kedua mataku, berusaha tidur walau pikiran dan hatiku masih kacau, berkecamuk, dan penuh luka. Bas mengikutiku ke tempat tidur dan langsung memelukku lagi. Dalam diam, kami tidur berpelukan. Dekat tapi jauh. Hangat tapi kosong dan hampa. Perasaanku hancur. Cinta yang kupercaya selama ini telah mengkhianatiku.
***
Aku tersadar dari lamunan panjangku. Ternyata taksi yang kunaiki sudah sampai di depan lobbyapartemenku. Segera aku bayar dan melangkah gontai menaiki lift menuju kamar. Aku tidak siap bertemu Bas. Apa yang harus kukatakan padanya? Apa aku masih bisa tersenyum seperti biasanya? Apa aku masih bisa mengobrol seperti biasanya? Pertanyaan-pertanyaan itu segera buyar dalam pikiranku setelah aku membuka pintu kamar dan tidak menemukan Bas disana. Kulihat kamar apartemen yang kutempati bersama Bas telah bersih dan rapi.