Mohon tunggu...
Naraya Syifah
Naraya Syifah Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Penggembala Sajak

Tidak ada yang istimewa dari Naraya Syifah, ia hanya seorang gadis kampung yang sederhana, putri sulung dari keluarga sederhana yang disimpan banyak harapan di pundaknnya. Ia memiliki kepribadian mengumpulkan sajak di pelataran rumahnya. Pernah tergabung dalam beberapa komunitas literasi dan alhamdullilah saat ini sebagai penggerak literasi di kabupaten Subang. Ia menjalankan komunitas Pena Cita bersama teman-teman sehobinya. Kecintaannya pada literasi menghantarkannya sampai di sini. Semoga awal yang baru ini dapat lebih mengembangkan tulisannya dan merubah hidupnya. Selain menulis ia juga tergila-gila dengan K-drama yang dapat menginspirasi nya dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kado Terindah Bima

26 Juni 2022   18:54 Diperbarui: 26 Juni 2022   19:24 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di mana rumahmu, Nak?" tanya seorang wanita paruh baya yang entah sejak kapan bersamanya. Adit merasa tidak asing dengan ibu paruh baya itu.

"Apa kamu mau ikut sama ibu"

Wanita paruh baya itu mengusap puncak kepala Adit dengan lembut. Ia dapat merasakan penderitaannya. Dia masih sangat kecil, tetapi hidup memperlakukannya begitu keras. Wanita paruh baya itu mengutuk dirinya sendiri yang terlambat menemui Bimo. Hingga ia harus bertemu dengan Bimo untuk yang terakhir kalinya.

"Bagaimana dengan adik?" tanya Adit di sela tangisannya.

"Ayo, kita jemput adik kamu!"

Sampailah mereka di rumah kardus tempatnya mengistirahatkan tubuhnya. Wanita itu beberapa kali menghapus bias basah yang terus mengintip pada kelopak matanya. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan anak malang itu.

Ia melihat seorang anak perempuan yang ditaksir berumur lima tahun tengah tertidur pulas di atas tumpukan kardus. Ia menghampiri anak perempuan itu dan menyentuh kedua tangannya. Anak perempuan itu begitu cantik walau tubuhnya kurus kering. Ia tersenyum di dalam tidurnya. Mungkin ia sedang bermimpi bertemu dengan kakaknya.

"Sayang, kita pergi berdua saja, ya? Adik sudah tenang bersama kak Bimo."

Wanita itu memeluknya erat. Kali ini, Adit tidak lagi menangis. Adik dan kakaknya telah bahagia di sana. Mereka tidak akan menderita lagi.

Wanita paruh baya itu membawa Adit keluar dari rumah kardusnya, sebelum itu sesuatu menarik perhatiannya. Di atas tumpukan pakaian lusuh yang sudah robek-robek itu terdapat sebuah kantong plastik hitam yang berisi. Ia membukanya dengan tangan gemetar. 

Sepasang sepatu baru, satu buah buku, dan dua buah pensil membuat Adit kembali menangis. Dia selalu iri pada anak-anak lain yang berpakaian seragam. Dia mengubur mimpinya untuk bisa sekolah. Ternyata, kakaknya ingin dia bersekolah seperti anak-anak yang lain. Bimo menyiapkannya diam-diam untuk adiknya dan sebelum malam itu, Bimo berencana memberikannya pada Adit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun