"Huu...sukanya makan di luar melulu. Berat di ongkos, tahu,"godaku.
"Ayo, ceritakan. Kamu sepertinya ada masalah. Lihat nih, sudah pukul 00.00. Besok Kamu harus sekolah. Ibu juga harus kerja. Ibu nggak mau lagi dipanggil BK karena Kamu terlambat ke sekolah."
"Waow. Kita kan lagi WfH. Besok ada jam daring tapi pukul 10.00. Bu, jika dulu ibu pacaran, lalu lelakinya ingin putus, gimana tanggapan ibu?"
"Hmm...cinta itu bukan paksaan. Cinta itu keikhlasan kedua belah pihak untuk selalu bersama dalam suka duka. Jika salah satu merasa tidak nyaman, lebih baik terus terang. Aku tidak keberatan. Justru, dulu jika ada gejala pacarku hatinya mendua, aku sebagai perempuan yang peka, malah memutus duluan daripada dipermalukan. Aku menyenandungkan lagu "Burung Kecil" yang dinyanyikan Gito Rollies. Untuk apa memenjara jiwa raga manusia yang tidak lagi merasa sejalan. Kita berhak menemukan orang lain yang lebih membuat bahagia kan?"
"Iya sih."
"Kamu mengalami hal seperti itu?"
"Aku hanya suka berteman dengan banyak wanita. Selama ini nggak ada masalah, toh aku nggak pernah menyatakan cinta. Kami hanya berteman dan tak ada yang sedemikian terobsesi. Hingga suatu hari aku bertemu seseorang yang agresif...
"Kamu menanggapi?"
"Kuperlakukan seperti teman yang lain."
"Ia cinta? Pasti kan? Anakku kan tampan. Sudah begitu, berprestasi pula yang memprediksi masa depannya bakal cerah. Siapa sih yang tidak ingin memamerkan pacaran dengan anakku?" kucubit hidungnya.
"Ia memang bersikap lain, seolah aku harus mau, harus memilihnya. Apa pun yang terjadi...