"Elu lihat saja ke bawah. Ada lempar batu, ada lempar bom molotov, ada caci maki, ada kelompok pelajar dan buruh. Gue bisa atur kalau elu mau buat seperti itu."
   Brondong tersenyum sepertinya ada ide cermelang di otaknya.
  "Bro, elu kan berasal dari partai oposisi pemerintah pasti dapat untung dengan cara menjelekkan pemerintah."
  "Yaaa itu cara gue dan teman-teman agar mendapat dukungan politik dari rakyat yang tertindas rezim sekarang," Brojol membuka sedikit rahasia partainya.
  "Hal seperti ini menjadi tabungan politik yang hasilnya bisa di lihat saat pemilihan umum selanjutnya. Mungkin saja partai gue mampu menguasai kursi di gedung wakil rakyat dan kabinet presiden."
  Brondong mengangguk  tanda mengerti.
"Tapi kalian kompak. Beda dengan partai gue. Walaupun partai politik pendukung pemerintah tapi di dalam rebutan parkiran."
"Arti parkiran?" Brojol bingung mendengar istilah baru.
"Elu Bro mau bisnis ini dan gue juga mau bisnis seperti elu, nah bagaimana caranya agar gue bisa menguasai bisnis yang sama dengan punya lu," Brondong mulai memberi penjelasan.
"Caranya Bro?" Brojol mulai kepo. Giliran dia yang menghisap kuat cerutu asal negara Fiedel castro, Kuba. Harga sebatang cerutu negara komunis itu bisa membeli satu unit telepon genggam pintar kelas menengah. Itu baru beli sebatang, kalau beli dua belas batang bisa di tebak harga pastinya.
"Gue punya kekuatan agar elu nggak di kasih surat ijin usaha, karena yang buat surat ijin teman gue banget. Pasti nurut apa yang gue mau. Gitu Bro."