“Wahai Karim Pemimpin Kami. Engkau sungguh pemimpin yang adil dan tidak pilih kasih. Sungguh beruntung kami memiliki pemimpin seperti engkau. Terimalah hormat kami, Yang Mulia.”
Karim memeluk orang tersebut dan berkata; “Aku telah gagal memimpin anak-anakku sendiri. Masih pantaskah aku menjadi pemimpin kalian?”
“Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, Yang Mulia. Sekeras apapun dia berusaha. Tapi seorang pemimpin akan terus dicintai rakyatnya, jika ia selalu berusaha adil.” ujar orang tersebut.
Karim memeluknya lagi. Matanya berkaca-kaca. “Sungguh sebuah kehormatan bagiku menjadi pilihan orang bijak seperti engkau, Saudaraku………”
Karim menyalami semua orang yang mengerumuninya lalu pamit.
*****
Ali menendang pintu ruang kerja ayahnya hingga terbanting. Karim terkejut, lalu bangkit dan mencabut pedangnya.
“Ya, Ayah. Bunuh saja aku.” ejek Ali sambil membentangkan tangannya. Karim menatapnya sejenak lalu menyarungkan kembali pedangnya.
“Bunuh aku, Ayah. Atau siksa aku seperti kau siksa Amir. Silakan, Ayah…..” lanjut Ali.
“Jika kau tertangkap tangan sedang berjudi, maka Ayah takkan sungkan untuk mencambukmu.” ujar Karim sambil duduk kembali di kursi kerjanya.
“Ya, mencambuk anak sendiri seperti mencambuk binatang. Tidak ada makhluk di dunia ini yang tega menyiksa anaknya sendiri kecuali engkau, Ayah. Engkau adalah makhluk paling kejam di dunia ini.”