Dengan adanya stres dalam keluarga dan faktor sosial budaya yang kental dengan ketidaksetaraan dalam hak dan kesempatan, sikap permisif terhadap hukuman badan sebagai bagian dari mendidik anak, maka para pelaku makin merasa sahlah untuk mendera anak. Dengan sedikit faktor pemicu, biasanya berkaitan dengan tangisan tanpa henti dan ketidakpatuhan pada pelaku, terjadilah penganiayaan pada anak yang tidak jarang membawa malapetaka bagi anak dan keluarganya
Pada saat ditanyakan tentang bagaimana kejadiannya sampai perlukaan tersebut bisa terjadi, biasanya orang tua atau wali yang mengantar anak itu akan memberikan jawaban yang tidak konsisten dan tidak klop antara kedua orang tua dengan kata lain jawabannya “ngarang”. Untuk anak yang berusia diatas tiga tahun kita dapat menanyakan kejadiannya pada korban, tapi ini dilakukan di ruang terpisah dari tersangka pelaku (private setting). Juga, anak yang menjadi korban ini dibawa untuk mendapatkan perawatan tidak dengan segera atau ada jarak waktu antara kejadian dengan upaya melakukan pertolongan. Berikut ini tanda-tanda yang sering didapatkan pada anak yang mendapat perlakuan salah :
· Perlukaan bisa berupa cedera kepala (head injury), patah tulang kepala, gegar otak, atau perdarahan otak.
· Perlukaan pada badan, anggota gerak dan alat kelamin, mulai dari luka lecet, luka robek, perdarahan atau lebam, luka bakar, patah tulang.
· Perlukaan organ dalam (visceral injury) tidak dapat dideteksi dari luar sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dalam dengan melakukan otopsi.
· Perlukaan pada permukaan badan seringkali memberikan bentuk yang khas menyerupai benda yang digunakan untuk itu, seperti bekas cubitan, gigitan, sapu lidi, setrika, atau sundutan rokok.
· Karena perlakuan seperti ini biasanya berulang maka perlukaan yang ditemukan seringkali berganda dengan umur luka yang berbeda-beda, ada yang masih baru ada pula yang hampir menyembuh atau sudah meninggalkan bekas (sikatriks).
Di samping itu lokasi perlukaan dijumpai pada tempat yang tidak umum seperti halnya luka-luka akibat jatuh atau kecelakaan biasa seperti bagian paha atau lengan atas sebelah dalam, punggung, telinga, langit langit rongga mulut, dan tempat tidak umum lainnya
Pengertian Kekerasan Terhadap Anak
Pada awalnya terminologi tindak kekerasan atau child abuse berasal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, seorang radiologist, Caffey (dalam Ibnu Anshori, 2007) melaporkan kasus berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan tanpa diketahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, kasus ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome.