Sebenarnya aku sudah mau mundur dari MasterCook, karena merasa bersalah. Kalau saja aku bersikeras ga mau ikutan, pasti Kak Darra masih hidup.
"Kamu harus lanjutin. Kak Darra pengen banget kamu tuh sukses, Tika!", Kak Juwita membujukku dengan matanya yang sayu, dan bawah matanya yang semakin menghitam, tanda jarang tidur.
"Iya, Tika. Kak Darra selalu nonton, bahkan kalau sudah masuk YouTube, Kak Darra pasti selalu nontonin. Kalau ada teman-temannya datang, dia pasti membanggakanmu", Akilla turut menyemangatiku sambil menitikkan air mata. Matanya selalu sembab dan wajahnya sangat kuyu, dia masih merasa bersalah.
"Kamu juga yang rajin kursus dan kuliahnya, Akila. Kak Darra juga mau kamu berhasil. Sudah takdirnya Kak Darra, Killa. Jangan nyesel", Kak Juwita turut menyemangati Akilla, sambil menepuk punggungnya.
Hari ini adalah babak penentuan juara satu dan dua.Â
Sejak obrolan dengan Kak Juwita dan Akilla, aku menenggelamkan diriku untuk banyak belajar dan mengulik menu Asia, kesukaan Kak Darra. Aku ga mau kecewain Kak Darra.
Aku meminta pengertian tim kreatif untuk sesedikit mungkin masuk dalam frame kamera, aku belum sanggup untuk menunjukkan keceriaan di depan kamera. Dan mereka mau memahaminya.
Minggu demi minggu, hasil olah makananku sering mendapat pujian dua dari tiga juri yang hanya sangar saat kameran on. Keahlian dan cita rasaku maju begitu pesat, begitu kata para juri.
Aku tidak lagi berada diposisi hampir tereliminasi, melainkan pilihan pertama, kedua, ketiga, paling kecil keempat.
Dan sekarang aku berdiri di posisi dua terbesar.
Papa mamaku datang ke kota ini, bersama dengan paman, bibi dan sepupu-sepupuku untuk menyemangatiku.